Film

Kamis, 25 September 2008

Luqman Al-Hakim Seorang Nabi?

Para ulama salaf berikhtilaf mengenai kapasitas Luqman Sang Bijak ini: apakah dia seorang nabi atau hamba Allah yang saleh tanpa menerima kenabian? Mengenai hal ini ada dua pendapat. Pendapat yang pertama yang diyakini sebagian besar ulama adalah, bahwa Luqman adalah hamba Allah yang saleh tanpa menerima kenabian. Hal ini berdasarkan latar belakang profesi Luqman yang dikisahkan sebagai hamba atau orang suruhan.
Pendapat yang kedua, adalah bahwa Luqman termasuk seorang nabi yang tidak Allah sebutkan kenabiannya, sebagaimana firman Allah, ”Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepdamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu.....” (Q.S. An-Nisaa’: 164)
Baiknya, kita melihat kepada kisah-kisah yang lebih jauh tentang Luqman al-hakim ini. Menurut Ibnu Abbas, Luqman adalah seorang hamba berkebangsaan Habsyi yang berprofesi sebagai tukang kayu. Sementara Jabir bin Abdillah menggambarkan Luqman sebagai orang bertubuh pendek dan berhidung pesek. Sedangkan Said bin Musayyab mengatakan bahwa Luqman berasal dari kota Sudan, memiliki kekuatan, dan mendapat hikmah dari Allah, namun dia tidak menerima kenabian. Adapun ibnu Jarir berpendapat bahwa Luqman adalah seorang hamba sahaya berbangsa Habsyi yang berprofesi sebagai tukang jagal.
Alkisah, suatu hari majikan Luqman memerintahkannya untuk menyembelih seekor domba. Dia berkata kepada Luqman, “Sembelihkan domba ini untuk kami.” Lalu dia menyembelihnya. Si majikan berkata, “Ambillah bagian dagingnya yang terbaik.” Lalu Luqman mengambil lidah dan hati domba kemudian menyerahkannya pada Si Majikan.
Si Majikan terdiam keheranan, ia menyuruhnya mengambil bagian daging yang terbaik tetapi mengapa lidah dan hati yang diberikan Luqman? Tetapi keheranan itu segera ditepisnya mengingat Luqman adalah orang yang terkenal jujur dan baik akhlaknya. Tidak mungkin ia bermaksud buruk dengan memberikan lidah dan hati domba itu kepadanya.
Beberapa waktu kemudian, Si Majikan kembali memerintahkan Luqman menyembelih domba. Kali ini ia berkata, “Sembelihkan domba yang ini untuk kami. Dan Ambillah bagian dagingnya yang terburuk.” Luqman pun menyembelih domba itu lalu mengambil lidah dan hati domba. Kemudian menyerahkannya kepada Si Majikan.
Demi melihat apa yang diserahkan Luqman kepadanya, dengan gusar Si Majikan berkata, “Aku menyuruhmu mengambil dua bagian daging domba yang terbaik lalu kamu menyerahkan lidah dan hatinya. Kemudian aku menyuruhmu mengeluarkan bagian domba yang terburuk, tetapi kamu memberikan bagian yang sama. Apa maksudmu?”
Luqman menjawab, “Sesunguhnya tiada perkara yang lebih baik daripada lidah dan hati. Jika keduanya baik maka selamatlah jiwa manusia. Juga tiada perkara yang lebih buruk daripada lidah dan hati. Sebab jiwa manusia bisa binasa disebabkan oleh keburukan lidah dan hati sendiri.”
Dari kisah di atas, tergambar bahwa Luqman adalah seorang hamba sahaya. Inilah mengapa mayoritas ulama salaf memandang Luqman bukan sebagai nabi. Sebab sejarah mencatat para nabi dan rasul yang diutus Allah selalu berasal dari kalangan keluarga terhormat diantara kaumnya. Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat kecenderungan manusia mendengarkan kata-kata orang yang terhormat dalam golongannya.
Bila demikian halnya, kita tidak perlu lagi memusingkan dalam kapasitas sebagai apakah Luqman dikisahkan dalam Al-Qur’an. Sebab sesungguhnya Allah telah berfirman, ”Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, ”Bersyukurlah (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.S. 31: 12).
Demikianlah Allah telah memberikan karunia secara khusus kepada Luqman, kelebihan yang tidak diberikan Allah kepada manusia sebangsanya yang hidup pada masa itu. Allah menyuruhnya bersyukur, dan bersyukurlah Luqman. Maka sesungguhnya manfaat syukurnya berpulang pada dirinya sendiri.
Petiklah kisah dan kata-kata berhikmah dari Luqman yang lainnya. Suatu kali Luqman didatangi seseorang, lalu bertanya, “Apa yang dapat mengantarkanmu kepada kebajikan dalam bertutur?” Luqman menjawab, Berkata jujur dan tidak mengatakan hal yang tidak penting.”
Luqman pun pernah ditanya ihwal prestasi yang dicapainya. Dia menjawab. “Hai anak saudaraku, jika engkau menyimak apa yang aku katakan kepadamu, kamupun akan berprestasi seperti aku.” Lalu Luqman berkata, “Aku menjaga mengontrol pandanganku, mejaga lidahku, menjaga kesucian makananku, memelihara kemaluanku, berkata jujur, memenuhi janjiku, menghormati tamuku, memelihara hubungan baik dengan tetanggaku, dan meninggalkan perkara yang tidak penting. Itulah yang membuat diriku seperti yang kamu lihat.” Demikianlah Luqman dan kebijaksanaan yang dianugerahkan Allah SWT kepadanya.

NASEHAT LUQMAN AL-HAKIM: PRINSIP PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM

”Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, ”Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Q.S. Luqman: 13)

Potret Gaya Hidup Generasi Muda Masa Kini
Sepuluh tahun tahun terakhir ini TV kita makin marak dengan acara-acara hiburan. Ada sinetron, musik, komedi, film pendek, reality show, dan bermacam-macam ajang kontes. Sungguh luar biasa kapitalis industri hiburan, mereka seolah tidak pernah puas menimbun otak dan jiwa generasi muda bangsa ini dengan budaya hedonis dan instan melalui program-program tayangannya. Tak cukup diiming-imingi kehidupan mewah dan mudah, mereka bahkan diajari juga cara cepat untuk mencapainya, yaitu: Ikut Kontes di TV! Pesona dan daya tarik dunia hiburan yang tampak begitu menggiurkan itu membuat audisi berbagai ajang kontes di TV selalu diikuti oleh puluhan ribu anak/remaja di seluruh Indonesia. Jauh lebih heboh dan ramai dibanding pendaftaran peserta tes masuk perguruan tinggi negeri.
Ironis! Begitulah wajah umat Islam Indonesia. Di satu sisi Indonesia patut bersyukur, karena ditakdirkan sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sehingga muslim Indonesia tidak perlu takut atau bersusah payah menunaikan ibadah sehari-hari. Sementara di sisi lain, sikap dan gaya hidup umat Islam Indonesia dari tahun ke tahun semakin jauh saja dari perikehidupan Islami Kelemahan internal umat yang mayoritas “miskin” ilmu agama mendapat gempuran dahsyat dari budaya luar yang “kaya” kebebasan nan menyesatkan. Inilah tantangan pendidikan generasi muda Islam.

Hidup Islami
Maka kini sudah saatnya umat Islam meletakkan kembali kepribadiannya, gaya hidupnya, pendidikannya, pemikirannya, hukum dan segala sendi kehidupannya, kepada landasan Islam. Hidup yang Islami secara keseluruhan sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 208,
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” Hidup dengan semua prinsip, tingkah laku, dan norma-norma yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. Menjunjung tinggi tuntunan tersebut dan berusaha menerapkannya dalam kehidupan nyata. Itulah esensi hidup Islami secara kaaffah.
Memang sangat berat, sebab setan tak akan berhenti mengajak kepada kesesatan yang menjauhkan kita dari nilai-nilai Islam. Bahkan setan telah berjanji akan menggelincirkan umat ini turun temurun, sebagaimana yang mereka janjikan di hadapan Allah SWT, Iblis berkata, “Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau beri tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil….” (Q.S.Al-Israa’:62)
Berhadapan dengan tipuan-tipuan setan yang secara kasat mata tampak jauh lebih indah dan menggoda itu, umat Islam tak boleh menunggu lama untuk berbenah atau terlena. Meski berat tantangannya, tidak boleh ada kata menyerah. Bukankah Allah sudah memberikan solusi dan senjatanya? “(Al-Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Q.S. ‘Ali-Imron: 138). Sekarang terserah pada kita, mau mengambilnya sebagai tuntunan atau tidak.

Lima Prinsip Pendidikan Islami
Sebenarnya mendidik anak hidup Islami dan membentengi mereka dari kesesatan, tak sulit mencarinya dalam Al-Qur'an. Prinsip-prinsip pendidikan anak yang Islami sangat jelas disampaikan dalam kisah Luqman al-Hakim berikut ini:
1. Aqidah Yang Kuat
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Q.S. 31: 13). Bahasan yang paling awal dididikkan kepada anak adalah tentang keyakinan kepada Allah, Al-Ahad. Itulah pondasi pendidikan yang pertama dan utama ditanamkan dalam pikiran anak-anak. Sembahlah Allah saja, dan jangan menyekutukannya dengan apa atau siapa pun, dimana dan kapan pun!
2. Kesadaran akan pengawasan
Pada kesempatan berikutnya, setelah iman tertanam kuat di dada, Luqman berkata, “.Hai anakku, sesungguhnya jika ada suatu perbuatan seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan membalasinya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. 31: 16)
Di sini anak dididik sadar akan pengawasan dan hukum Allah. Betapa kebaikan dan keburukan yang diperbuat akan selalu diketahui-Nya, dan diberi balasan yang benar-benar setimpal oleh Allah SWT.
3. Shalat, Amar ma’ruf nahi mungkar, dan sabar
Aqidah yang kokoh dan kesadaran akan pengawaan Allah perlu dibuktikan dengan perbuatan. Maka Luqman menuntun putranya kepada amal shaleh atau kebaikan yang harus dilakukan. Di ayat ke-17 Luqman menasehati putranya, “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
Luqman menghasung putranya untuk melaksanakan shalat, berda’wah dan bersabar, sebagai tanda bakti dan bukti kesetiaan hamba kepada Penciptanya.
4. Tidak sombong
Seseorang tidak akan mampu hidup sendiri di dunia ini. Ia bersama trilyunan makhluk Allah lainnya hidup bersama di jagat raya ini dan saling tergantung satu dengan lainnya. Karenanya tak ada satu makhluk pun yang patut membanggakan diri di hadapan makhluk lainnya. Inilah yang menjadi pokok nasehat Luqman berikutnya, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. 31: 18).
5. Sederhana
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Q.S. 31: 19). Di bagian akhir nasehat Luqman kepada anaknya adalah hasungan untuk bertindak-tanduk dan bertutur kata yang sopan dan sederhana. Mengapa sikap tersebut demikian penting? Tidak lain karena sikap sederhana menghindarkan manusia dari iri dengki yang membawa permusuhan. Bukankah banyak permasalahan hidup yang timbul gara-gara dipicu sikap atau tutur-kata yang berlebih-lebihan dan menyakitkan?

Apa yang diajarkan Luqman al-Hakim kepada putranya tampak jauh lebih sederhana dalam ukuran kita saat ini. Tetapi dalam kesederhanaan itu terdapat makna yang dalam, yang menjadi inti kepribadian muslim. Iman, Sadar, Shalat, Amar ma'ruf Nahi mungkar, Sabar, Rendah hati, dan Sederhana. Mari kita terapkan pada diri sendiri, kita tanamkan pada jiwa anak-anak dan keluarga tercinta, dan kita sebarkan pada lingkungan sekitar. InsyaAllah negeri ini akan menjadi lebih Islami dan diberkahi Allah SWT. Wallahua'lamu bishsowwab.
(Riz) Dari berbagai sumber dan Pengajian Umum bersama Ust. Farhanudin Munir, Sabtu, 26 Juli 2008.

Duhai Perhiasan Terindah

Duhai wanita ...
engkaulah makhluk Allah
paling mempesona,
maka bersyukurlah
dengan ta’at kepada-Nya

Tetapi...
mengapa sering
wahai wanita
kau menghinakan diri sendiri
dengan berpaling dari-Nya?

Kembalilah pada fitrahmu,
sebab di sana tersimpan
keindahan sejatimu

Ikutilah Al-Qur'an dan as-Sunnah
karena dengannya
engkau dapat memancar
sebagai perhiasan dunia
yang terindah

Sinarilah dunia dengan
pancaran imanmu
Dan tegakkanlah
negeri-negeri dengan
tonggak keshalehanmu

(Lva)

Wanita di Masa Kini

Sejenak kita tinjau kedudukan wanita di jaman jahiliyah. Pada saat itu masyarakat jahiliyah sangat tidak menghargai wanita. Mereka sangat terhina dan rendah derajatnya jauh di bawah laki-laki. Mereka beranggapan bahwa wanita tidak dapat mencari nafkah, tidak bisa mengangkat senjata, merusak negara, dan pembawa ke jurang kesengsaraan dalam rumah tangga. Bahkan melahirkan anak wanita pun dianggap aib yang memalukan. Sehingga tercetuslah dalam hati sanubari mereka bahwa anak perempuan harus dibunuh. Maka timbullah ikrar di kalangan kaum jahiliyah masa itu yaitu barang siapa melahirkan anak wanita harus dikubur hidup-hidup.
Sungguh wanita sama sekali tiada berharga, kemudian lahirlah satu pemimpin besar seluruh dunia yaitu Nabi Muhammad saw., yang menuntun umat dari kegelapan menuju ke arah terang benderang, dari kebatilan menuju ke arah yang benar. Nabi Muhammad saw. Yang pertama kali mengangkat derajat kaum wanita. Beliaulah yang paling berjasa demi kemajuan kaum wanita. Berkat perjuangan beliau kaum wanita diwajibkan menuntut ilmu pengetahuan sama dengan kaum pria, dalam haditsnya Rasulullah saw. Bersabda, ”Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi kaum muslimin dan muslimat.” Kaum wanita berani tampil dalam peperangan, berkat perjuangan beliau wanita berani mempertaruhkan nyawanya menghadapi pertempuran.
Bukan hanya di jaman jahiliyah saja kaum waita dianggap rendah derajatnya dibandingkan pria. Di Indonesia pada abad ke-17 masih terdapat perbedaan hak antara pria dan wanita. Tidak ada hak bagi wanita untuk duduk dalam pemerintahan. Apalagi menjadi pemimpin suatu negara. Wanita pada saat itu hanya terbatas bisa membaca dan menulis, dan yang terpenting adalah bekerja sebagai ibu rumah tangga saja.
Namun suasana demikian tidak sampai berjalan lama. Kira-kira pada abad ke-18 lahir seorang pejuang pelopor wanita, yaitu R.A. Kartini. Beliau membuka jalan dalam pendidikan anak wanita Indonesia, membangkitkan semangat para wanita untuk bergerak lebih bebas dan leluasa di segala bidang. Kebebasan menuntut ilmu, bekerja mencari nafkah bahkan kebebasan untuk terjun ke masyarakat mengabdikan kemampuannya. Kewajiban kita adalah melanjutkan perjuangan dan cita-citanya sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadits.
Suatu perbuatan yang tercela bila ada suatu kaum yang selalu menghina dan merendahkan derajat kaum wanita. Padahal kaum wanita memegang peranan penting demi kesejahteraan dan tegaknya rumah tangga. Akan terbinakah sebuah keluarga bila tidak ada kaum wanita? Memang benar suatu pepatah Arab mengatakan, “Surga itu di bawah telapak kaki ibu.” Maka dari itu ibulah yang paling berhak mendapatkan suatu penghargaan lebih dibandingkan yang lain.
Alhamdulillah, setapak demi setapak, tampaklah suatu kemajuan kaum wanita di masa kini. Pada saat ini telah ada persamaan hak antara kaum pria dan wanita. Hak bersekolah, bekerja, berpolitik, dan berkiprah di masyarakat. Tidak sedikit kaum wanita yang menjadi doktor, insinyur, bahkan pemimpin negara.
Namun kondisi dan situasi yang bahagia ini sekarang berbalik menjadi kondisi yang memprihatinkan, karena krisis multidimensi melanda bangsa Indonesia. Krisis ekonomi, kepercayaan, dan moral. Krisis ekonomi menyebabkan banyak pengagnguran sehingga kriminalitas di mana-mana. Masyarakat sudah tidak percaya lagi pada pemimpinnya bahkan guru pun tidak dipercaya. Sehingga Ujian Akhir Nasional harus melibatkan pihak berwajib dan mahasiswa akibat krisis kepercayaan. Krisis moral membuat sebagian masyarakat sudah tidak ingat dosa ketika memperkosa dan mencabuli wanita bahkan anak atau cucunya sendiri. Na’udzubillahi min dzaalik.
Peringatan Allah SWT dalam surat At-Tiin ayat 4-5, ”Sungguh aku telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya kemudian aku campakkan dia dalam api neraka yang paling bawah.”
Jika kita analisa penyebab dari semua ini salah satunya adalah karena ulah wanita. Wanita sudah tidak malu lagi untuk membuka auratnya sehingga tampak keindahan benetuk tubuhnya yang menyebabkan terjadinya perzianaan. Tempat lokalisasi resmi ataupun tidak resmi marak oleh pengunjung. Sungguh amat memprihatinkan. Rasulullah saw. Bersabda, ”Wanita adalah tiang negara, apabila wanita baik maka negara pun akan baik. Tetapi apabila wanita itu rusak maka negarapun akan rusak.” Wallahua’lam bishshowab.

Wanita Dalam Pandangan Islam

"Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu, dan daripadanya, Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak," (An-Nisaa’: 1)

Banyak pihak yang tidak mengerti Islam, menyimpulkan Islam agama yang diskriminatif terhadap kaum hawa ini. Mereka menyatakan bahwa agama Islam tidak berpihak kepada wanita. Salah satu alasan misalnya, dalam Islam yang menjadi pemimpin harus laki-laki, dibolehkannya poligami yang sangat menyakitkan dan merugikan bagi wanita, pemasungan kebebasan wanita dalam berbusana dengan aturan wajib berjilbab, dan sebagainya. Sungguh suatu pemikiran yang keliru. Padahal bila kita jeli mempelajari dan memahami Al-Qur’an, betapa Islam sangat memuliakan wanita. Buktinya, dari 114 surat yang Allah turunkan kepada Rasulullah Muhammad Saw., Allah SWT menyelipkan satu surat yang diberi nama An-Nisaa’ yang artinya surat perempuan. Satu surat yang ayat-ayatnya banyak memberikan perlindungan dan memuliakan wanita.
Bila kita mau jujur, kewajiban menutup aurat sejatinya suatu bentuk penghargaan Islam kepada wanita. Sebab tak ada satu pun perintah yang Allah SWT berikan kepada manusia, melainkan perintah itu bermanfaat bagi manusia sendiri. Allah berfirman, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri orang-orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab: 59)
Sungguh ayat ini bukti betapa Allah sangat memuliakan wanita, sehingga seluruh tubuhnya aurat kecuali muka dan telapak tangan. Mari kita beranalogi dengan aneka jajanan yang dijual di pasar. Ketika melihat jajanan di pasar yang murah dan tidak tertutup, pastilah banyak lalat yang mengerubungi, atau tangan-tangan yang tanpa sungkan menjamah kue itu, bahkan kadang membauinya tanpa berniat membelinya. Namun apabila kue itu terbungkus rapat lalu disimpan di dalam etalase tentu tidak sembarang orang bisa mencobanya, apalagi membukanya sebelum membeli dan membayar kue tersebut. Begitu juga wanita yang senang mengumbar auratnya, maka jangan salahkan pria yang melecehkan wanita itu baik dengan sikap maupun perkataan. Itulah makna “agar mereka tidak diganggu” yang tertuang dalam firman Allah SWT di atas. Kita tentu heran bila seorang artis yang biasa berpakaian seronok dan bergoyang vulgar, manakala bagian tertentu di tubuhnya dicolek pria iseng, ia marah sekali dan merasa dilecehkan. Padahal sebenarnya dialah yang memulai melecehkan dirinya sendiri.
Kepada wanita, Allah juga menitipkan rahim, tempat tumbuhnya janin cikal bakal manusia. Menjadi seorang ibu, adalah puncak kesempurnaan wanita. Ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw., “Ya Rasulullah, di dunia ini siapa orang yang paling saya muliakan?” Lalu Rasul menjawab, “Ibumu,” Kemudian sahabat bertanya lagi, “Lalu siapa lagi ya Rasul?” Rasul menjawab, “Ibumu,” Kembali sahabat bertanya, “Setelah itu siapa lagi ya Rasul?” Barulah Rasul menjawab, “Ayahmu.” Dari hadits popular ini adalah satu bukti nyata betapa mulianya derajat wanita dalam pandangan Islam. Betapa penghargaan pada seorang ibu tiga kali lipat dibandingkan pada ayah.
Allah SWT. juga melindungi hak-hak wanita bila suaminya hendak menikah lagi alias berpoligami. Meski Islam mengizinkan poligami, tapi Allah SWT memberikan warning alias peringatan bagi laki-laki yang ingin menambah istri lagi untuk berlaku adil. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisaa’: 4, “…. Kemudian bila kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja…” Di ayat lain Allah SWT berfirman, “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai, sehinga kamu biarkan yang lain terkatung-katung….” (An-Nisaa’: 12). Dari Ayat ini, jelas Allah SWT sangat melindungi hak-hak dan perasaan wanita.
Bahkan dibolehkannya poligami yang sering dianggap penistaan terhadap wanita, sebenarnya adalah suatu bentuk perlindungan yang Allah SWT berikan kepada wanita. Cobalah tengok gaya hidup pergaulan antar laki-laki dan wanita di Barat. Mereka melegalkan hidup serumah tanpa nikah, perselingkuhan dan hamil di luar nikah sudah menjadi hal yang biasa. Dampaknya banyak bayi yang lahir tanpa jelas siapa ayahnya. Kalau begitu, lebih baikkah monogami namun diam-diam suka berzina?
Islam memberi solusi yang sangat indah dengan mengangkat derajat wanita menjadi istri yang sah yang dilindungi haknya daripada menjadi wanita simpanan yang justru sangat merugikan wanita itu sendiri. Tentu saja yang dimaksud poligami adalah yang seperti dicontohkan Rasulullah Saw., yaitu bukan untuk mengumbar nafsu birahi, namun sebaliknya menolong janda-janda miskin yang membutuhkan biaya untuk menghidupi anak-anak yatim, dengan syarat mutlak wajib berlaku adil secara lahiriah.
Islam juga melindungi wanita dari kezhaliman pria, seperti dalam surat An-Nisaa’ ayat 19, Allah SWT. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menghalangi mereka kawin dan menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan pergaulilah mereka secara patut…” Ayat ini turun saat masih berlakunya tradisi Arab jahiliyah dimana bila seorang wanita ditinggal mati suaminya, maka anggota keluarga suaminya berhak penuh terhadap janda yang ditinggalkan, dapat mewarisi janda itu dengan paksa, dikawini sendiri atau dikawinkan dengan orang lain.
Tak hanya melindungi, bahkan Islam juga “memanjakan” wanita. Allah SWT. berfirman, “….Apabila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebajikan yang banyak.” (An-Nisaa’: 19). Ayat ini ditujukan Allah SWT kepada para suami untuk bersabar menghadapi istrinya, tidak asal talak bila istrinya berbuat kesalahan. Islam juga melarang para suami meminta kembali mahar yang telah diberikan bila ingin menceraikan istrinya, hal ini jelas tertuang dalam surat An-Nisaa’ ayat 20, “Dan jika kamu ingin menggantikan istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikitpun….” Sungguh, Islam agama yang sempurna dan mulia melindungi wanit dari kezhaliman suaminya.
Bagaimana dengan kesetaraan gender? Islam adalah pelopornya kesetaraan gender yang paling adil. Contohnya, Islam mewajibkan bagi laki-laki dan perempuan muslim untuk menuntut ilmu. Jadi siapa bilang muslimah tidak perlu sekolah tinggi? Justru Islam mengajarkan para wanita untuk cerdas dan berwawasan luas, karena dari ibu yang cerdas akan melahirkan anak-anak yang berkualitas. Banyak lagi aturan-aturan Islam yang justru memuliakan wanita, namun sering wanita itu sendiri yang menjatuhkan martabatnya, dengan berbagai isu emansipasi wanita, kebebasan berekspresi, dan sebagainya yang berlatar feminisme.
Anehnya ada saja orangtua yang bangga anak perempuannya mengikuti kontes ratu sejagad alias miss universe, hingga tanpa malu mengumbar auratdengan memakai bikini, astaghfirullah. Padahal jelas hukumnya wajib bagi wanita untuk menutup aurat, yang bila dilanggar merupakan maksiat kepada Allah SWT. Namun tidak sedikit wanita yang berani mengeksploitasi dirinya tanpa takut murka Allah SWT. Belum lagi porno aksi dengan goyangan yang vulgar dan suara yang membangkitkan berahi pria hidung belang, dipertontonkan di depan umum. Ironisnya, public figure itu sudah berkali-kali umroh, namun dengan pede dan tanpa dosa mengumabr aurat dan bergoyang erotis. Semua itu membuat derajat wanita yang begitu mulia menjadi sangat hina hanya karena mengejar uang dan popularitas.
Zaman sekarang saat segala hal menjadi komoditi, maka wanita adalah obyek komoditi paling laris. Sehingga tak aneh bila kita melihat remaja putri yang cara berpakaian dan tingkah lakunya sangat jauh dari ajaran Islam. Sungguh memprihatinkan bila menyaksikan acara lomba ibu dan anak di televisi, para ibu yang berbusana muslimah itu mempromosikan anak gadisnya yang berbaju you can see dengan penuh rasa bangga. Oh…sungguh kenikmatan duniawi membuat mata hati kita menjadi buta. Lva (dari berbagai sumber)