”Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, ”Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Q.S. Luqman: 13)
Potret Gaya Hidup Generasi Muda Masa Kini
Sepuluh tahun tahun terakhir ini TV kita makin marak dengan acara-acara hiburan. Ada sinetron, musik, komedi, film pendek, reality show, dan bermacam-macam ajang kontes. Sungguh luar biasa kapitalis industri hiburan, mereka seolah tidak pernah puas menimbun otak dan jiwa generasi muda bangsa ini dengan budaya hedonis dan instan melalui program-program tayangannya. Tak cukup diiming-imingi kehidupan mewah dan mudah, mereka bahkan diajari juga cara cepat untuk mencapainya, yaitu: Ikut Kontes di TV! Pesona dan daya tarik dunia hiburan yang tampak begitu menggiurkan itu membuat audisi berbagai ajang kontes di TV selalu diikuti oleh puluhan ribu anak/remaja di seluruh Indonesia. Jauh lebih heboh dan ramai dibanding pendaftaran peserta tes masuk perguruan tinggi negeri.
Ironis! Begitulah wajah umat Islam Indonesia. Di satu sisi Indonesia patut bersyukur, karena ditakdirkan sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sehingga muslim Indonesia tidak perlu takut atau bersusah payah menunaikan ibadah sehari-hari. Sementara di sisi lain, sikap dan gaya hidup umat Islam Indonesia dari tahun ke tahun semakin jauh saja dari perikehidupan Islami Kelemahan internal umat yang mayoritas “miskin” ilmu agama mendapat gempuran dahsyat dari budaya luar yang “kaya” kebebasan nan menyesatkan. Inilah tantangan pendidikan generasi muda Islam.
Hidup Islami
Maka kini sudah saatnya umat Islam meletakkan kembali kepribadiannya, gaya hidupnya, pendidikannya, pemikirannya, hukum dan segala sendi kehidupannya, kepada landasan Islam. Hidup yang Islami secara keseluruhan sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 208,
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” Hidup dengan semua prinsip, tingkah laku, dan norma-norma yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. Menjunjung tinggi tuntunan tersebut dan berusaha menerapkannya dalam kehidupan nyata. Itulah esensi hidup Islami secara kaaffah.
Memang sangat berat, sebab setan tak akan berhenti mengajak kepada kesesatan yang menjauhkan kita dari nilai-nilai Islam. Bahkan setan telah berjanji akan menggelincirkan umat ini turun temurun, sebagaimana yang mereka janjikan di hadapan Allah SWT, Iblis berkata, “Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau beri tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil….” (Q.S.Al-Israa’:62)
Berhadapan dengan tipuan-tipuan setan yang secara kasat mata tampak jauh lebih indah dan menggoda itu, umat Islam tak boleh menunggu lama untuk berbenah atau terlena. Meski berat tantangannya, tidak boleh ada kata menyerah. Bukankah Allah sudah memberikan solusi dan senjatanya? “(Al-Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Q.S. ‘Ali-Imron: 138). Sekarang terserah pada kita, mau mengambilnya sebagai tuntunan atau tidak.
Lima Prinsip Pendidikan Islami
Sebenarnya mendidik anak hidup Islami dan membentengi mereka dari kesesatan, tak sulit mencarinya dalam Al-Qur'an. Prinsip-prinsip pendidikan anak yang Islami sangat jelas disampaikan dalam kisah Luqman al-Hakim berikut ini:
1. Aqidah Yang Kuat
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Q.S. 31: 13). Bahasan yang paling awal dididikkan kepada anak adalah tentang keyakinan kepada Allah, Al-Ahad. Itulah pondasi pendidikan yang pertama dan utama ditanamkan dalam pikiran anak-anak. Sembahlah Allah saja, dan jangan menyekutukannya dengan apa atau siapa pun, dimana dan kapan pun!
2. Kesadaran akan pengawasan
Pada kesempatan berikutnya, setelah iman tertanam kuat di dada, Luqman berkata, “.Hai anakku, sesungguhnya jika ada suatu perbuatan seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan membalasinya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. 31: 16)
Di sini anak dididik sadar akan pengawasan dan hukum Allah. Betapa kebaikan dan keburukan yang diperbuat akan selalu diketahui-Nya, dan diberi balasan yang benar-benar setimpal oleh Allah SWT.
3. Shalat, Amar ma’ruf nahi mungkar, dan sabar
Aqidah yang kokoh dan kesadaran akan pengawaan Allah perlu dibuktikan dengan perbuatan. Maka Luqman menuntun putranya kepada amal shaleh atau kebaikan yang harus dilakukan. Di ayat ke-17 Luqman menasehati putranya, “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
Luqman menghasung putranya untuk melaksanakan shalat, berda’wah dan bersabar, sebagai tanda bakti dan bukti kesetiaan hamba kepada Penciptanya.
4. Tidak sombong
Seseorang tidak akan mampu hidup sendiri di dunia ini. Ia bersama trilyunan makhluk Allah lainnya hidup bersama di jagat raya ini dan saling tergantung satu dengan lainnya. Karenanya tak ada satu makhluk pun yang patut membanggakan diri di hadapan makhluk lainnya. Inilah yang menjadi pokok nasehat Luqman berikutnya, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. 31: 18).
5. Sederhana
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Q.S. 31: 19). Di bagian akhir nasehat Luqman kepada anaknya adalah hasungan untuk bertindak-tanduk dan bertutur kata yang sopan dan sederhana. Mengapa sikap tersebut demikian penting? Tidak lain karena sikap sederhana menghindarkan manusia dari iri dengki yang membawa permusuhan. Bukankah banyak permasalahan hidup yang timbul gara-gara dipicu sikap atau tutur-kata yang berlebih-lebihan dan menyakitkan?
Apa yang diajarkan Luqman al-Hakim kepada putranya tampak jauh lebih sederhana dalam ukuran kita saat ini. Tetapi dalam kesederhanaan itu terdapat makna yang dalam, yang menjadi inti kepribadian muslim. Iman, Sadar, Shalat, Amar ma'ruf Nahi mungkar, Sabar, Rendah hati, dan Sederhana. Mari kita terapkan pada diri sendiri, kita tanamkan pada jiwa anak-anak dan keluarga tercinta, dan kita sebarkan pada lingkungan sekitar. InsyaAllah negeri ini akan menjadi lebih Islami dan diberkahi Allah SWT. Wallahua'lamu bishsowwab.
(Riz) Dari berbagai sumber dan Pengajian Umum bersama Ust. Farhanudin Munir, Sabtu, 26 Juli 2008.
Film
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar