Film
Kamis, 25 September 2008
Luqman Al-Hakim Seorang Nabi?
Pendapat yang kedua, adalah bahwa Luqman termasuk seorang nabi yang tidak Allah sebutkan kenabiannya, sebagaimana firman Allah, ”Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepdamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu.....” (Q.S. An-Nisaa’: 164)
Baiknya, kita melihat kepada kisah-kisah yang lebih jauh tentang Luqman al-hakim ini. Menurut Ibnu Abbas, Luqman adalah seorang hamba berkebangsaan Habsyi yang berprofesi sebagai tukang kayu. Sementara Jabir bin Abdillah menggambarkan Luqman sebagai orang bertubuh pendek dan berhidung pesek. Sedangkan Said bin Musayyab mengatakan bahwa Luqman berasal dari kota Sudan, memiliki kekuatan, dan mendapat hikmah dari Allah, namun dia tidak menerima kenabian. Adapun ibnu Jarir berpendapat bahwa Luqman adalah seorang hamba sahaya berbangsa Habsyi yang berprofesi sebagai tukang jagal.
Alkisah, suatu hari majikan Luqman memerintahkannya untuk menyembelih seekor domba. Dia berkata kepada Luqman, “Sembelihkan domba ini untuk kami.” Lalu dia menyembelihnya. Si majikan berkata, “Ambillah bagian dagingnya yang terbaik.” Lalu Luqman mengambil lidah dan hati domba kemudian menyerahkannya pada Si Majikan.
Si Majikan terdiam keheranan, ia menyuruhnya mengambil bagian daging yang terbaik tetapi mengapa lidah dan hati yang diberikan Luqman? Tetapi keheranan itu segera ditepisnya mengingat Luqman adalah orang yang terkenal jujur dan baik akhlaknya. Tidak mungkin ia bermaksud buruk dengan memberikan lidah dan hati domba itu kepadanya.
Beberapa waktu kemudian, Si Majikan kembali memerintahkan Luqman menyembelih domba. Kali ini ia berkata, “Sembelihkan domba yang ini untuk kami. Dan Ambillah bagian dagingnya yang terburuk.” Luqman pun menyembelih domba itu lalu mengambil lidah dan hati domba. Kemudian menyerahkannya kepada Si Majikan.
Demi melihat apa yang diserahkan Luqman kepadanya, dengan gusar Si Majikan berkata, “Aku menyuruhmu mengambil dua bagian daging domba yang terbaik lalu kamu menyerahkan lidah dan hatinya. Kemudian aku menyuruhmu mengeluarkan bagian domba yang terburuk, tetapi kamu memberikan bagian yang sama. Apa maksudmu?”
Luqman menjawab, “Sesunguhnya tiada perkara yang lebih baik daripada lidah dan hati. Jika keduanya baik maka selamatlah jiwa manusia. Juga tiada perkara yang lebih buruk daripada lidah dan hati. Sebab jiwa manusia bisa binasa disebabkan oleh keburukan lidah dan hati sendiri.”
Dari kisah di atas, tergambar bahwa Luqman adalah seorang hamba sahaya. Inilah mengapa mayoritas ulama salaf memandang Luqman bukan sebagai nabi. Sebab sejarah mencatat para nabi dan rasul yang diutus Allah selalu berasal dari kalangan keluarga terhormat diantara kaumnya. Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat kecenderungan manusia mendengarkan kata-kata orang yang terhormat dalam golongannya.
Bila demikian halnya, kita tidak perlu lagi memusingkan dalam kapasitas sebagai apakah Luqman dikisahkan dalam Al-Qur’an. Sebab sesungguhnya Allah telah berfirman, ”Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, ”Bersyukurlah (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.S. 31: 12).
Demikianlah Allah telah memberikan karunia secara khusus kepada Luqman, kelebihan yang tidak diberikan Allah kepada manusia sebangsanya yang hidup pada masa itu. Allah menyuruhnya bersyukur, dan bersyukurlah Luqman. Maka sesungguhnya manfaat syukurnya berpulang pada dirinya sendiri.
Petiklah kisah dan kata-kata berhikmah dari Luqman yang lainnya. Suatu kali Luqman didatangi seseorang, lalu bertanya, “Apa yang dapat mengantarkanmu kepada kebajikan dalam bertutur?” Luqman menjawab, Berkata jujur dan tidak mengatakan hal yang tidak penting.”
Luqman pun pernah ditanya ihwal prestasi yang dicapainya. Dia menjawab. “Hai anak saudaraku, jika engkau menyimak apa yang aku katakan kepadamu, kamupun akan berprestasi seperti aku.” Lalu Luqman berkata, “Aku menjaga mengontrol pandanganku, mejaga lidahku, menjaga kesucian makananku, memelihara kemaluanku, berkata jujur, memenuhi janjiku, menghormati tamuku, memelihara hubungan baik dengan tetanggaku, dan meninggalkan perkara yang tidak penting. Itulah yang membuat diriku seperti yang kamu lihat.” Demikianlah Luqman dan kebijaksanaan yang dianugerahkan Allah SWT kepadanya.
NASEHAT LUQMAN AL-HAKIM: PRINSIP PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM
Potret Gaya Hidup Generasi Muda Masa Kini
Sepuluh tahun tahun terakhir ini TV kita makin marak dengan acara-acara hiburan. Ada sinetron, musik, komedi, film pendek, reality show, dan bermacam-macam ajang kontes. Sungguh luar biasa kapitalis industri hiburan, mereka seolah tidak pernah puas menimbun otak dan jiwa generasi muda bangsa ini dengan budaya hedonis dan instan melalui program-program tayangannya. Tak cukup diiming-imingi kehidupan mewah dan mudah, mereka bahkan diajari juga cara cepat untuk mencapainya, yaitu: Ikut Kontes di TV! Pesona dan daya tarik dunia hiburan yang tampak begitu menggiurkan itu membuat audisi berbagai ajang kontes di TV selalu diikuti oleh puluhan ribu anak/remaja di seluruh Indonesia. Jauh lebih heboh dan ramai dibanding pendaftaran peserta tes masuk perguruan tinggi negeri.
Ironis! Begitulah wajah umat Islam Indonesia. Di satu sisi Indonesia patut bersyukur, karena ditakdirkan sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sehingga muslim Indonesia tidak perlu takut atau bersusah payah menunaikan ibadah sehari-hari. Sementara di sisi lain, sikap dan gaya hidup umat Islam Indonesia dari tahun ke tahun semakin jauh saja dari perikehidupan Islami Kelemahan internal umat yang mayoritas “miskin” ilmu agama mendapat gempuran dahsyat dari budaya luar yang “kaya” kebebasan nan menyesatkan. Inilah tantangan pendidikan generasi muda Islam.
Hidup Islami
Maka kini sudah saatnya umat Islam meletakkan kembali kepribadiannya, gaya hidupnya, pendidikannya, pemikirannya, hukum dan segala sendi kehidupannya, kepada landasan Islam. Hidup yang Islami secara keseluruhan sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 208,
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” Hidup dengan semua prinsip, tingkah laku, dan norma-norma yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. Menjunjung tinggi tuntunan tersebut dan berusaha menerapkannya dalam kehidupan nyata. Itulah esensi hidup Islami secara kaaffah.
Memang sangat berat, sebab setan tak akan berhenti mengajak kepada kesesatan yang menjauhkan kita dari nilai-nilai Islam. Bahkan setan telah berjanji akan menggelincirkan umat ini turun temurun, sebagaimana yang mereka janjikan di hadapan Allah SWT, Iblis berkata, “Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau beri tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil….” (Q.S.Al-Israa’:62)
Berhadapan dengan tipuan-tipuan setan yang secara kasat mata tampak jauh lebih indah dan menggoda itu, umat Islam tak boleh menunggu lama untuk berbenah atau terlena. Meski berat tantangannya, tidak boleh ada kata menyerah. Bukankah Allah sudah memberikan solusi dan senjatanya? “(Al-Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Q.S. ‘Ali-Imron: 138). Sekarang terserah pada kita, mau mengambilnya sebagai tuntunan atau tidak.
Lima Prinsip Pendidikan Islami
Sebenarnya mendidik anak hidup Islami dan membentengi mereka dari kesesatan, tak sulit mencarinya dalam Al-Qur'an. Prinsip-prinsip pendidikan anak yang Islami sangat jelas disampaikan dalam kisah Luqman al-Hakim berikut ini:
1. Aqidah Yang Kuat
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Q.S. 31: 13). Bahasan yang paling awal dididikkan kepada anak adalah tentang keyakinan kepada Allah, Al-Ahad. Itulah pondasi pendidikan yang pertama dan utama ditanamkan dalam pikiran anak-anak. Sembahlah Allah saja, dan jangan menyekutukannya dengan apa atau siapa pun, dimana dan kapan pun!
2. Kesadaran akan pengawasan
Pada kesempatan berikutnya, setelah iman tertanam kuat di dada, Luqman berkata, “.Hai anakku, sesungguhnya jika ada suatu perbuatan seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan membalasinya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. 31: 16)
Di sini anak dididik sadar akan pengawasan dan hukum Allah. Betapa kebaikan dan keburukan yang diperbuat akan selalu diketahui-Nya, dan diberi balasan yang benar-benar setimpal oleh Allah SWT.
3. Shalat, Amar ma’ruf nahi mungkar, dan sabar
Aqidah yang kokoh dan kesadaran akan pengawaan Allah perlu dibuktikan dengan perbuatan. Maka Luqman menuntun putranya kepada amal shaleh atau kebaikan yang harus dilakukan. Di ayat ke-17 Luqman menasehati putranya, “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
Luqman menghasung putranya untuk melaksanakan shalat, berda’wah dan bersabar, sebagai tanda bakti dan bukti kesetiaan hamba kepada Penciptanya.
4. Tidak sombong
Seseorang tidak akan mampu hidup sendiri di dunia ini. Ia bersama trilyunan makhluk Allah lainnya hidup bersama di jagat raya ini dan saling tergantung satu dengan lainnya. Karenanya tak ada satu makhluk pun yang patut membanggakan diri di hadapan makhluk lainnya. Inilah yang menjadi pokok nasehat Luqman berikutnya, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. 31: 18).
5. Sederhana
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Q.S. 31: 19). Di bagian akhir nasehat Luqman kepada anaknya adalah hasungan untuk bertindak-tanduk dan bertutur kata yang sopan dan sederhana. Mengapa sikap tersebut demikian penting? Tidak lain karena sikap sederhana menghindarkan manusia dari iri dengki yang membawa permusuhan. Bukankah banyak permasalahan hidup yang timbul gara-gara dipicu sikap atau tutur-kata yang berlebih-lebihan dan menyakitkan?
Apa yang diajarkan Luqman al-Hakim kepada putranya tampak jauh lebih sederhana dalam ukuran kita saat ini. Tetapi dalam kesederhanaan itu terdapat makna yang dalam, yang menjadi inti kepribadian muslim. Iman, Sadar, Shalat, Amar ma'ruf Nahi mungkar, Sabar, Rendah hati, dan Sederhana. Mari kita terapkan pada diri sendiri, kita tanamkan pada jiwa anak-anak dan keluarga tercinta, dan kita sebarkan pada lingkungan sekitar. InsyaAllah negeri ini akan menjadi lebih Islami dan diberkahi Allah SWT. Wallahua'lamu bishsowwab.
(Riz) Dari berbagai sumber dan Pengajian Umum bersama Ust. Farhanudin Munir, Sabtu, 26 Juli 2008.
Duhai Perhiasan Terindah
engkaulah makhluk Allah
paling mempesona,
maka bersyukurlah
dengan ta’at kepada-Nya
Tetapi...
mengapa sering
wahai wanita
kau menghinakan diri sendiri
dengan berpaling dari-Nya?
Kembalilah pada fitrahmu,
sebab di sana tersimpan
keindahan sejatimu
Ikutilah Al-Qur'an dan as-Sunnah
karena dengannya
engkau dapat memancar
sebagai perhiasan dunia
yang terindah
Sinarilah dunia dengan
pancaran imanmu
Dan tegakkanlah
negeri-negeri dengan
tonggak keshalehanmu
(Lva)
Wanita di Masa Kini
Sungguh wanita sama sekali tiada berharga, kemudian lahirlah satu pemimpin besar seluruh dunia yaitu Nabi Muhammad saw., yang menuntun umat dari kegelapan menuju ke arah terang benderang, dari kebatilan menuju ke arah yang benar. Nabi Muhammad saw. Yang pertama kali mengangkat derajat kaum wanita. Beliaulah yang paling berjasa demi kemajuan kaum wanita. Berkat perjuangan beliau kaum wanita diwajibkan menuntut ilmu pengetahuan sama dengan kaum pria, dalam haditsnya Rasulullah saw. Bersabda, ”Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi kaum muslimin dan muslimat.” Kaum wanita berani tampil dalam peperangan, berkat perjuangan beliau wanita berani mempertaruhkan nyawanya menghadapi pertempuran.
Bukan hanya di jaman jahiliyah saja kaum waita dianggap rendah derajatnya dibandingkan pria. Di Indonesia pada abad ke-17 masih terdapat perbedaan hak antara pria dan wanita. Tidak ada hak bagi wanita untuk duduk dalam pemerintahan. Apalagi menjadi pemimpin suatu negara. Wanita pada saat itu hanya terbatas bisa membaca dan menulis, dan yang terpenting adalah bekerja sebagai ibu rumah tangga saja.
Namun suasana demikian tidak sampai berjalan lama. Kira-kira pada abad ke-18 lahir seorang pejuang pelopor wanita, yaitu R.A. Kartini. Beliau membuka jalan dalam pendidikan anak wanita Indonesia, membangkitkan semangat para wanita untuk bergerak lebih bebas dan leluasa di segala bidang. Kebebasan menuntut ilmu, bekerja mencari nafkah bahkan kebebasan untuk terjun ke masyarakat mengabdikan kemampuannya. Kewajiban kita adalah melanjutkan perjuangan dan cita-citanya sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadits.
Suatu perbuatan yang tercela bila ada suatu kaum yang selalu menghina dan merendahkan derajat kaum wanita. Padahal kaum wanita memegang peranan penting demi kesejahteraan dan tegaknya rumah tangga. Akan terbinakah sebuah keluarga bila tidak ada kaum wanita? Memang benar suatu pepatah Arab mengatakan, “Surga itu di bawah telapak kaki ibu.” Maka dari itu ibulah yang paling berhak mendapatkan suatu penghargaan lebih dibandingkan yang lain.
Alhamdulillah, setapak demi setapak, tampaklah suatu kemajuan kaum wanita di masa kini. Pada saat ini telah ada persamaan hak antara kaum pria dan wanita. Hak bersekolah, bekerja, berpolitik, dan berkiprah di masyarakat. Tidak sedikit kaum wanita yang menjadi doktor, insinyur, bahkan pemimpin negara.
Namun kondisi dan situasi yang bahagia ini sekarang berbalik menjadi kondisi yang memprihatinkan, karena krisis multidimensi melanda bangsa Indonesia. Krisis ekonomi, kepercayaan, dan moral. Krisis ekonomi menyebabkan banyak pengagnguran sehingga kriminalitas di mana-mana. Masyarakat sudah tidak percaya lagi pada pemimpinnya bahkan guru pun tidak dipercaya. Sehingga Ujian Akhir Nasional harus melibatkan pihak berwajib dan mahasiswa akibat krisis kepercayaan. Krisis moral membuat sebagian masyarakat sudah tidak ingat dosa ketika memperkosa dan mencabuli wanita bahkan anak atau cucunya sendiri. Na’udzubillahi min dzaalik.
Peringatan Allah SWT dalam surat At-Tiin ayat 4-5, ”Sungguh aku telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya kemudian aku campakkan dia dalam api neraka yang paling bawah.”
Jika kita analisa penyebab dari semua ini salah satunya adalah karena ulah wanita. Wanita sudah tidak malu lagi untuk membuka auratnya sehingga tampak keindahan benetuk tubuhnya yang menyebabkan terjadinya perzianaan. Tempat lokalisasi resmi ataupun tidak resmi marak oleh pengunjung. Sungguh amat memprihatinkan. Rasulullah saw. Bersabda, ”Wanita adalah tiang negara, apabila wanita baik maka negara pun akan baik. Tetapi apabila wanita itu rusak maka negarapun akan rusak.” Wallahua’lam bishshowab.
Wanita Dalam Pandangan Islam
Banyak pihak yang tidak mengerti Islam, menyimpulkan Islam agama yang diskriminatif terhadap kaum hawa ini. Mereka menyatakan bahwa agama Islam tidak berpihak kepada wanita. Salah satu alasan misalnya, dalam Islam yang menjadi pemimpin harus laki-laki, dibolehkannya poligami yang sangat menyakitkan dan merugikan bagi wanita, pemasungan kebebasan wanita dalam berbusana dengan aturan wajib berjilbab, dan sebagainya. Sungguh suatu pemikiran yang keliru. Padahal bila kita jeli mempelajari dan memahami Al-Qur’an, betapa Islam sangat memuliakan wanita. Buktinya, dari 114 surat yang Allah turunkan kepada Rasulullah Muhammad Saw., Allah SWT menyelipkan satu surat yang diberi nama An-Nisaa’ yang artinya surat perempuan. Satu surat yang ayat-ayatnya banyak memberikan perlindungan dan memuliakan wanita.
Bila kita mau jujur, kewajiban menutup aurat sejatinya suatu bentuk penghargaan Islam kepada wanita. Sebab tak ada satu pun perintah yang Allah SWT berikan kepada manusia, melainkan perintah itu bermanfaat bagi manusia sendiri. Allah berfirman, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri orang-orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab: 59)
Sungguh ayat ini bukti betapa Allah sangat memuliakan wanita, sehingga seluruh tubuhnya aurat kecuali muka dan telapak tangan. Mari kita beranalogi dengan aneka jajanan yang dijual di pasar. Ketika melihat jajanan di pasar yang murah dan tidak tertutup, pastilah banyak lalat yang mengerubungi, atau tangan-tangan yang tanpa sungkan menjamah kue itu, bahkan kadang membauinya tanpa berniat membelinya. Namun apabila kue itu terbungkus rapat lalu disimpan di dalam etalase tentu tidak sembarang orang bisa mencobanya, apalagi membukanya sebelum membeli dan membayar kue tersebut. Begitu juga wanita yang senang mengumbar auratnya, maka jangan salahkan pria yang melecehkan wanita itu baik dengan sikap maupun perkataan. Itulah makna “agar mereka tidak diganggu” yang tertuang dalam firman Allah SWT di atas. Kita tentu heran bila seorang artis yang biasa berpakaian seronok dan bergoyang vulgar, manakala bagian tertentu di tubuhnya dicolek pria iseng, ia marah sekali dan merasa dilecehkan. Padahal sebenarnya dialah yang memulai melecehkan dirinya sendiri.
Kepada wanita, Allah juga menitipkan rahim, tempat tumbuhnya janin cikal bakal manusia. Menjadi seorang ibu, adalah puncak kesempurnaan wanita. Ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw., “Ya Rasulullah, di dunia ini siapa orang yang paling saya muliakan?” Lalu Rasul menjawab, “Ibumu,” Kemudian sahabat bertanya lagi, “Lalu siapa lagi ya Rasul?” Rasul menjawab, “Ibumu,” Kembali sahabat bertanya, “Setelah itu siapa lagi ya Rasul?” Barulah Rasul menjawab, “Ayahmu.” Dari hadits popular ini adalah satu bukti nyata betapa mulianya derajat wanita dalam pandangan Islam. Betapa penghargaan pada seorang ibu tiga kali lipat dibandingkan pada ayah.
Allah SWT. juga melindungi hak-hak wanita bila suaminya hendak menikah lagi alias berpoligami. Meski Islam mengizinkan poligami, tapi Allah SWT memberikan warning alias peringatan bagi laki-laki yang ingin menambah istri lagi untuk berlaku adil. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisaa’: 4, “…. Kemudian bila kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja…” Di ayat lain Allah SWT berfirman, “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai, sehinga kamu biarkan yang lain terkatung-katung….” (An-Nisaa’: 12). Dari Ayat ini, jelas Allah SWT sangat melindungi hak-hak dan perasaan wanita.
Bahkan dibolehkannya poligami yang sering dianggap penistaan terhadap wanita, sebenarnya adalah suatu bentuk perlindungan yang Allah SWT berikan kepada wanita. Cobalah tengok gaya hidup pergaulan antar laki-laki dan wanita di Barat. Mereka melegalkan hidup serumah tanpa nikah, perselingkuhan dan hamil di luar nikah sudah menjadi hal yang biasa. Dampaknya banyak bayi yang lahir tanpa jelas siapa ayahnya. Kalau begitu, lebih baikkah monogami namun diam-diam suka berzina?
Islam memberi solusi yang sangat indah dengan mengangkat derajat wanita menjadi istri yang sah yang dilindungi haknya daripada menjadi wanita simpanan yang justru sangat merugikan wanita itu sendiri. Tentu saja yang dimaksud poligami adalah yang seperti dicontohkan Rasulullah Saw., yaitu bukan untuk mengumbar nafsu birahi, namun sebaliknya menolong janda-janda miskin yang membutuhkan biaya untuk menghidupi anak-anak yatim, dengan syarat mutlak wajib berlaku adil secara lahiriah.
Islam juga melindungi wanita dari kezhaliman pria, seperti dalam surat An-Nisaa’ ayat 19, Allah SWT. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menghalangi mereka kawin dan menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan pergaulilah mereka secara patut…” Ayat ini turun saat masih berlakunya tradisi Arab jahiliyah dimana bila seorang wanita ditinggal mati suaminya, maka anggota keluarga suaminya berhak penuh terhadap janda yang ditinggalkan, dapat mewarisi janda itu dengan paksa, dikawini sendiri atau dikawinkan dengan orang lain.
Tak hanya melindungi, bahkan Islam juga “memanjakan” wanita. Allah SWT. berfirman, “….Apabila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebajikan yang banyak.” (An-Nisaa’: 19). Ayat ini ditujukan Allah SWT kepada para suami untuk bersabar menghadapi istrinya, tidak asal talak bila istrinya berbuat kesalahan. Islam juga melarang para suami meminta kembali mahar yang telah diberikan bila ingin menceraikan istrinya, hal ini jelas tertuang dalam surat An-Nisaa’ ayat 20, “Dan jika kamu ingin menggantikan istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikitpun….” Sungguh, Islam agama yang sempurna dan mulia melindungi wanit dari kezhaliman suaminya.
Bagaimana dengan kesetaraan gender? Islam adalah pelopornya kesetaraan gender yang paling adil. Contohnya, Islam mewajibkan bagi laki-laki dan perempuan muslim untuk menuntut ilmu. Jadi siapa bilang muslimah tidak perlu sekolah tinggi? Justru Islam mengajarkan para wanita untuk cerdas dan berwawasan luas, karena dari ibu yang cerdas akan melahirkan anak-anak yang berkualitas. Banyak lagi aturan-aturan Islam yang justru memuliakan wanita, namun sering wanita itu sendiri yang menjatuhkan martabatnya, dengan berbagai isu emansipasi wanita, kebebasan berekspresi, dan sebagainya yang berlatar feminisme.
Anehnya ada saja orangtua yang bangga anak perempuannya mengikuti kontes ratu sejagad alias miss universe, hingga tanpa malu mengumbar auratdengan memakai bikini, astaghfirullah. Padahal jelas hukumnya wajib bagi wanita untuk menutup aurat, yang bila dilanggar merupakan maksiat kepada Allah SWT. Namun tidak sedikit wanita yang berani mengeksploitasi dirinya tanpa takut murka Allah SWT. Belum lagi porno aksi dengan goyangan yang vulgar dan suara yang membangkitkan berahi pria hidung belang, dipertontonkan di depan umum. Ironisnya, public figure itu sudah berkali-kali umroh, namun dengan pede dan tanpa dosa mengumabr aurat dan bergoyang erotis. Semua itu membuat derajat wanita yang begitu mulia menjadi sangat hina hanya karena mengejar uang dan popularitas.
Zaman sekarang saat segala hal menjadi komoditi, maka wanita adalah obyek komoditi paling laris. Sehingga tak aneh bila kita melihat remaja putri yang cara berpakaian dan tingkah lakunya sangat jauh dari ajaran Islam. Sungguh memprihatinkan bila menyaksikan acara lomba ibu dan anak di televisi, para ibu yang berbusana muslimah itu mempromosikan anak gadisnya yang berbaju you can see dengan penuh rasa bangga. Oh…sungguh kenikmatan duniawi membuat mata hati kita menjadi buta. Lva (dari berbagai sumber)
Selasa, 19 Agustus 2008
DO’A KU
Ya .........ALLAH
Hari-hariku terasa hampa
Sujudku, ibadahku
Dan semua amalanku
Belumlah sempurna
Mataku belum suci dalam melihat
Telingaku belum suci dalam mendengar
Tanganku belum suci dalam bekerja
Mulutku belum suci dalambertutur kata
Kakiku belum suci untuk melangkah
Hatiku belum suci dalam berniat
Ya .........ALLAH
Segalanya Engkau berikan
Aku hanya bisa bersyukur
Dan selalu bersyukur
Itu saja
Tak lebih dari itu
Maka,................
Sucikanlah mataku
Sucikanlah telingaku
Sucikanlah tanganku
Sucikanlah mulutku
Sucikanlah kakiku
Sucikanlah hatiku dan,
Semua yang ada padaku
Sucikanlah................
Agar aku selalu berada di jalanMU
(Yun)
Pengakuan Hamba
Ya Allah,…
Hamba sadar betapa hati ini sering mendua,..
Hamba akui cinta ini tak lagi utuh untukMu,…
Ibadah hamba tak lagi ikhlas karenaMu,..
Sungguh,…Hamba telah mendustakanMu,…
Ya Allah,…
Hamba memang terlalu,..
Hamba ucapkan Laa ilah haillallah,..
Namun hamba masih menuhankan manusia,..
Hamba takut dipecat, takut miskin,
takut dihina,…
Cinta dunia, cinta harta, cinta manusia, …
Maka jadilah hamba, makhluk hina,
yang diperbudak dunia,…
Kami sibuk.......
mengejar kesenangan yang fana
Hingga Kau bukan lagi tujuan hamba,….
Ya Allah,….
Hati ini dalam genggamanMu
Kembalikan jiwa ini kepada fitrahnya
Agar hati dan amalan kami
tak lagi mendua
Kami ingin hidup dan mati
hanya untukMu semata,..(Lva)
Dampak Teknologi Bagi Anak dan Remaja
Jika kita mengamati perkembangan teknologi pada saat ini mungkin membuat para orang tua menggelengkan kepala, khawatir akan pengaruh kecanggihan dari teknologi tersebut. Betapa tidak, semua fasilitas mulai dari handphone sampai internet dapat kita nikmati dengan mudah, kapan dan dimanapun kita berada. Tidak perlu mengeluarkan kocek yang banyak untuk menikmati komputer misalnya, karena di seluruh pelosok pun sudah ada persewaan komputer, tidak harus membeli. Seakan kita dimanjakan oleh kemajuan teknologi. Dengan beberapa ribu saja kita sudah bisa melihat perkembangan dunia, misalnya saja peristiwa-peristiwa penting dan tempat-tempat bersejarah. Bahkan kita juga bisa menjalin persahabatan dengan orang lain melalui media tersebut. Sungguh sangat mengasyikkan!
Yang menjadi persoalan adalah dampak perkembangan teknologi tersebut terhadap anak-anak dan remaja kita. Banyak kalangan yang merasa miris dengan akibat yang ditimbulkannya,. Lihat saja anak-anak kecil sudah pandai mengoperasikan HP, anak TK pun sudah bisa pencet sana pencet sini. Kadang kita tidak menyadari banyak menu yang disajikan dalam telepon selular tersebut, seperti game,musik,gambar. Yang paling mngerikan adalah anak sekarang sudah bisa men-down load gambar-gambar yang mungkin bagi kita tidak sopan.
Belum berhenti sampai di sini, yang sungguh meresahkan adalah tayangan TV yang semakin hari semakin jauh dari pendidikan. Karena sebagian besar masyarakat bila memiliki kotak ajaib tersebut menjadi lupa waktu, sambung-menyambung. Padahal kalau dipikir kadang ceritanya tidak masuk akal, berputar-putar yang membuat orang semakin penasaran. Ada juga yang menjual mimpi, yang membuat banyak remaja berkhayal terlalu jauh, bermimpi menjadi cinderella. Ironisnya acara tersebut ditayangkan saat jam belajar anak-anak sekolah. Lebih parah lagi setiap jam berganti judul dan pemeran sehingga semakin sulit beranjak dari televisi. Akibatnya banyak anak yang meniru gaya selebritis tersebut baik dalam hal perilaku, pakaian dan haya hidup.
Satu lagi kotak ajaib yang membuat anak-anak dan para remaja terlena yaitu komputer. Ternyata kalau kita amati, banyak dari mereka yang mempergunakan alat tersebut hanya untuk bermain game daripada belajar membuat program atau mengetik. Yang mungkin lagi digandrungi anak-anak adalah game on line. Bermain game dengan cara mengakses di internet. Perkembangannya sungguh luar biasa. Belum lagi kalau membuka situs-situs orang dewasa. Sungguh sangat memprihatinkan. Beruntung pemerintah cepat tanggap dan telah membredel situs-situs tersebut.
Sebetulnya gambaran di atas adalah perkembangan teknologi dari sudut pandang negatip. Tidak dipungkiri sisi positipnya juga lebih banyak. Tidak semua anak atau pun remaja terseret ke arah yang tidak kita harapkan. Banyak kok anak-anak yang berprestasi dengan adanya sarana canggih tersebut yang perlu kita waspadai adalah bagaimana kita menyikapi hal tersebut. Dan bagaimana solusi yang sehat dan wajar. Peran orang tua sangatlah penting, disamping guru dan pemerintah tentunya semua elemen harus bekerja sama dalam hal ini, karena anak-anak adalah calon generasi penerus bangsa, untuk itulah perlu adanya komunikasi yang kontinyu antara orang tua dan anak.
Barangkali semacam kontrol tanpa adanya penekanan sehingga anak-anak tidak merasa diintervensi. Juga tidak berlebihan kalau menyarankan orang tua untuk tidak menyalakan TV pada jam-jam belajar. Walau bagaimanapun orangtua adalah suri tauladan bagi anak-anak. Kadang justru orang tua yang ingin menyaksikan siaran saat anak-anak sedang serius belajar. Jika mempunyai kegemaran membaca maka sangat membantu mengembangkan wawasan. Apalagi sekarang banyak buku bersifat religi yang beredar di toko-toko buku. Di dalam buku tersebut diajarkan bagaimana kita bergaul atau berperilaku. Disamping bersifat religi ada juga yang bersifat memberi semangat dan membangun motivasi yang benar untuk belajar seperti karya Andrea Hirata. Kehadiran penulis seperti beliau sangat ditunggu-tunggu. Tidak hanya oleh anak-anak dan remaja tetapi oleh seluruh masyarakat Indonesia.
MERAIH KEBAIKAN HIDUP
Dan di antara mereka ada orang yang berdo’a, ”Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Al-Baqarah:201)
Dalam pandangan Barat yang sekuler, hidup di dunia adalah segalanya. Mereka tak segan mengerahkan seluruh daya dan potensi yang ada untuk meraih kenikmatan hidup di dunia. Mereka berlomba-lomba membuat kehidupan di dunia ini menjadi lebih nyaman dan modern. Hingga negara-negara miskin dan berkembang yang dikenal dengan negara dunia ketiga menjadikan kemajuan atau ke-modern-an itu sebagai ukuran kebaikan hidup.
Indonesia pun tak ketinggalan. Banyak orang berlomba-lomba mencari kekayaan, sibuk bekerja siang dan malam demi meraih kenyamanan hidup modern itu. Mobil, rumah, perabot, alat komunikasi, pakaian, dan makanan. Mereka selalu berusaha mengikuti trend gaya hidup modern di Barat. Umumnya masyarakat pun menyebut orang-orang yang mampu hidup seperti itu dengan kalimat ini, “Enak ya, hidupnya....”
Apakah kebaikan hidup yang demikian itu yang Allah maksudkan untuk dituju manusia, sebagaimana do’a yang tersebut dalam QS Al Baqarah : 201 di atas?
Dalam Al-Qur’an Allah SWT menggambarkan baiknya hidup di dunia sebagai berikut:
1. Kehidupan Yang Berkah
Islam memandang kehidupan yang baik adalah kehidupan yang penuh berkah dari Allah SWT. Berkah itu berarti mencukupi. Tidak kekurangan dan tidak pula berlebih-lebihan. Sesuatu yang sedikit bila diberi berkah akan berkembang menjadi banyak sehingga mencukupi. Dan bila keberkahan ada pada sesuatu yang banyak maka sesuatu itu akan mendatangkan manfaat lebih banyak lagi.
Dalam surat Al-A’raf ayat 96, Allah SWT mengajarkan manusia untuk mencapai keberkahan hidup itu dengan beriman dan bertaqwa hanya kepada-Nya. ”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat) itu maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
2. Kehidupan Dalam Naungan Hidayah
Lebih jauh lagi, Islam memandang kehidupan yang baik adalah kehidupan yang sesuai petunjuk (hidayah). Ketika Allah memerintahkan Adam dan Hawa turun dari surga, Dia telah memperingatkan manusia tentang petunjuk hidup tersebut, ”Allah berfirman, ”Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan susah” (Q.S. Thaha:123). Maka orang yang mengikuti petunjuk Allah, yaitu Qur’an dan Rasul-Nya, Allah jamin hidupnya akan baik dan bahagia karena tidak tersesat dan tidak susah. Ini adalah janji Allah. Janji Allah pasti benar dan pasti ditepati.
Tetapi mengapa tidak sedikit orang beriman yang hidup dalam kemiskinan? Dan sebaliknya mengapa banyak orang yang jauh dari tuntunan agama tetapi hidup bergelimang harta, bahkan berkedudukan tinggi di masyarakat?
Demikian itu disebabkan pandangan kebanyakan manusia yang mengikuti hawa nafsu saja, sebagaimana pandangan orang-orang yang menolak (kafir). Mereka menjadikan tercukupinya kebutuhan akan materi dan berbangga-bangga sebagai ukuran kebahagiaan dan kebaikan hidup di dunia. Syetan menghiaskan pada mereka pandangan itu hingga mereka menganggap itulah kebaikan. Allah SWT berfirman dalam Qur’an surat An-Nahl ayat 63, ”Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi syetan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka syetan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih.”
Kebaikan Hidup di Dunia
Padahal hakikat kebaikan hidup di dunia sejatinya sangat luas. Sebab manusia tidak melulu memperoleh kebaikan hidup berupa harta benda.
Kebaikan-kebaikan hidup di dunia itu Allah anugerahkan melalui:
1. Al-’Afiyat, yaitu kesehatan jasmani dan ruhani.
2. Al-Kafaf, yaitu rasa cukup terhadap setiap pemberian/rezeki dari Allah SWT
3. Al-aulad / al-abror, yaitu anak-anak yang baik dan berbakti
4. Al-mar’a ash-shalihah, yaitu pasangan hidup yang shalih/shalihah yang akan membuat keluarga menjadi sakinah (tenang)
5. Al-maal ash-shaalih atau harta yang shalih, yaitu harta yang dimanfaatkan untuk kebaikan dan kebenaran. Bukan harta yang menjerumuskan kepada maksiat.
6. Al-‘ilmu al-ma’rifah yaitu ilmu pengetahuan yang baik dan bermanfaat bagi umat
7. At-Tho’at wal ’ibadah, yaitu keta’atan dan kemampuan beribadah kepada Allah SWT.
Itulah bentuk kebaikan hidup yang diterima oleh orang-orang beriman di dunia ini. Bukankah tak jarang kita dapati seorang yang kurang mampu secara ekonomi tetapi dikaruniai putra/putri yang pandai dan berbakti pada orang tuanya? Dan bukankah masih ada guru yang setia memberikan ilmunya di sekolah-sekolah ”pelosok” meski gajinya sangat tidak memadai?
Kehidupan Yang Sempit di Dunia
Sebaliknya, kita juga sering menyaksikan betapa ”kisruh”nya kehidupan orang-orang yang kaya atau berpangkat. Contoh: kehidupan rumah tangga para artis yang jauh dari ketenangan, atau cucu presiden yang terjerat kasus narkoba, atau bupati yang ketahuan korupsi hingga harus mendekam di penjara, sampai pejabat negara atau wakil rakyat yang berzina. Mereka adalah orang-orang yang tercukupi kebutuhan materinya tetapi tidak dikaruniai kebaikan hidup di dunia, mereka melupakan peringatan Allah sehingga kekayaannya tidak berkah. Maka ketika sampai pada puncak kesenangannya Alah mengambilnya seketika bahkan sampai ke akar-akarnya. Allah berfirman ”Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa”(QS Al An’am: 44).
Kondisi yang lebih menyedihkan adalah orang-orang yang diberi ujian kemiskinan di dunia oleh Allah SWT dan mereka dalam keadaan tidak beriman. Penghidupan mereka sudah sempit dan mereka pun tidak mau menerima kesempitan itu disebabkan mereka tidak beriman. Allah menggambarkan keadaan mereka itu sebagai sebagai berikut, ”Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Q.S. Thaha:124)
Kesempatan Memilih
Maka Allah memberi kesempatan kepada setiap manusia untuk memilih model kehidupan yang diinginkannya, berikut konsekuensinya. Allah berfirman dalam Qur’an surat Al-Israa’ ayat 18-19, ”Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi) maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki dan Kami tetapkan baginya Neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan terhina dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.”
Beruntunglah orang-orang yang berusaha sungguh-sungguh menjalani kehidupan sesuai syari’at Islam dan memilih akhirat sebagai tujuan hidupnya. Rasulullah SAW bersabda, ”Keberuntungan bagi orang yang diberi petunjuk kepada Islam sedang hidupnya dengan rezeki yang sekedar mencukupi kebutuhannya dan dia puas terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya.” (HR. At-Tirmidzy, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim). Dan sungguh merugi orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan menjadikan kenikmatan hidup di dunia ini sebagai tujuan. Mereka hanya akan mendapatkan sebagian kebaikan dunia dan itupun kehidupan yang sempit.
Kebahagiaan bukan diukur oleh kuantitas tetapi kualitas. Kaya dan miskin adalah kehendak Allah SWT. Penilaian Allah adalah pada kesungguhan ikhtiar yang kita lakukan. Kesungguhan ketika meninggalkan maksiat dan kesungguhan ketika menjalani ibadah akan menentukan tingkat kebahagiaan yang kita peroleh di dunia dan di akhirat.
Pembaca yang dirahmati Allah SWT, mudah-mudahan kita termasuk orang yang senantiasa berusaha mengarahkan kehidupan di dunia ini untuk kebahagiaan hidup di akhirat dan tidak silau oleh gemerlapnya dunia. Dan tetaplah istiqomah di jalan kebenaran yaitu Dinul Islam, sambil tak putus-putus berdo’a:
”Rabbanaa ’aatinaa fid-dunya hasanah wa fil aakhirati hasanah waqinaa ’adzaabannar”. Wallahua’lamubishshowab.(Riz )
Berdakwah Yuk…….
Dunia ini semakin tua, tapi juga semakin gila. Lihatlah kebenaran tak lagi dapat dibedakan dengan kemaksiatan, halal dan haram tak lagi jelas bedanya, putih dan hitam tak lagi nyata. Lalu apa peranan kita sebagai muslim? Masihkah kita bisa terpejam lelap sementara disekitar kita maksiat terang-terangan, nilai-nilai Islam dikaburkan, sunnah-sunnah rasul dilecehkan? Oh, sahabat,.. Bila masih ada sedikit iman dihati ini tentu kita akan bertanya, apa yang dapat kita perbuat untuk agama kita?
Abu Said Al khudry RA meriwayatkan ,”Saya mendengar rasullulah saw bersabda: “Barangsiapa di antara kamu sekalian melihat kemungkaran maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, bila ia tidak mampu hendaklah merubah dengan lisannya. Bila ia tidak mampu hendaklah merubah dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman (Hr Muslim). Dari hadis ini jelas setiap individu muslim mempunyai tanggungjawab terhadap kemurnian agamanya. Masihkan kita cuek atau masa bodoh bila agama kita dihina, ajaran Islam dilecehkan. Padahal rasul mengatakan bila kita mampu mencegah maksiat lakukan dengan tangan kita, artinya realisasikan dengan perbuatan. Sebagai pemimpin misalnya, bila melihat kemungkaran segera hentikan dengan langkah nyata. Namun bila kita tidak mampu untuk memberantas kemungkaran, lakukan dengan lisan. Sampaikan kebenaran sakalipun pahit, karena akan banyak resiko yang kita hadapi seperti ejekan, sok alim, bau syurga, sok suci dan sebagainya. Bila menyampaikan kebenaran juga belum mampu, rasul mengatakan hendaklah merubah dengan hatinya dan ini adalah manusia yang mempunyai iman yang sangat lemah. Sekarang mari kita koreksi diri termasuk golongan manakah kita?
Bila kita termasuk golongan pertama, sungguh beruntung karena kita mampu mencegah kemaksiatan dengan langkah nyata, namun bila masuk golongan kedua yaitu kita hanya mampu menasehati dan berdakwah dengan lisan, juga baik sedangkan golongan ketiga adalah orang yang pasif terhadap agamanya, namun hatinya masih bisa menolak kemaksiatan. Masih lumayan walaupun disebut “selemah-lemahnaya iman”. Namun yang paling parah adalah golongan orang-orang yang mengaku muslim, tapi bila melihat kemaksiatan hati kecilnya tak tersentuh untuk mencegah, lebih parah lagi menyetujui kemaksiatan itu, dengan dalih hak azazi, kesetaraan gender, kebebasan berekspresi, tuntutan profesi dan segudang alasan lainnya
Coba kita lihat tayangan televisi, laki-laki berpakaian wanita, lalu bergaya seperti wanita menjadi trend. Bahkan menjadi lawakan yang sangat digemari. Seorang artis yang menggumbar aurat dan bergoyang-goyang erotis Bila ditanya mereka serempak menjawab,”Itu cuma acting atau profesionalisme,” Betul bila bicara profesional pasti UUD alias ujung-ujungnya duit. Bukankah Islam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu juga sebaliknya. Dalam Al Quran surat An-nur ayat 31, Allah dengan jelas menyuruh wanita menutup auratnya, bukan malah mengumbar aurat di depan umum. sungguh maksiat yang benar-benar nyata. Namun, apakah kita termasuk orang yang menolak kemaksiatan itu atau malah sebaliknya menikmati tontonan itu?
Sahabat, ironis memang, negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam ini, benar-benar jauh dari nilai-nilai islami. Lalu apakah hati kita tidak tersentuh untuk menegakkan nilai-nilai luhur Islam?, ingat Allah Ta’ala berfirman: “Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan ummat yang menyeru kepada kebaikkan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, merekah orang-orang yang beruntung,” (Ali Imran ayat 104). Sahabat, dari ayat ini, jika ingin masuk golongan orang-orang beruntung, mari kita sebarkan nilai-nilai Islam di bumi ini, saling menasehati dengan penuh kesabaran, sampaikanlah walau satu ayat, karena sejatinya tugas dakwah bukan hanya kewajiban ulama, tapi siapa saja yang mengaku hamba Allah. Maka tunggu apa lagi sebelum ajal menjemput, sahabat, yuk kita berdakwah,.! (Lva)
Etika Komunikasi dalam Islam
Allah Ta’ala berfirman: “Dan berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu,….”
(Ali Imran ayat 159)
Ayat ini sangat luas dan dalam maknanya, karena itu ketika menyelesaikan studi di fakultas ilmu komunikasi, ayat inilah yang mengilhami skripsi saya. Dari firman Allah ini, betapa besar dampaknya komunikasi dalam tatanan hidup manusia sebagai mahluk sosial. Menurut pakar komunikasi 70% dalam 24 jam, waktu manusia diisi dengan komunikasi. Begitu banyaknya waktu yang kita habiskan dalam komunikasi. Salah komunikasi atau misscommunication akan mengakibatkan salah persepsi, atau dalam bahasa gaulnya “nggak nyambung”.
Faktor yang paling penting dalam berdakwah ialah komunikasi. maka sebagai muslim kita harus tahu etika berkomunikasi yang sesuai dengan ajaran Islam. Menurut saya, rasullullah SAW adalah komunikator yang hebat, setiap pesan yang beliau sampaikan pasti berkesan dihati para sahabat, bahkan dihati kaum kafir yang memusuhinya.
Tiada agama yang paling sempurna kecuali Islam, siapapun apakah ia muslim atau kafir bila saja mau menggunakan akal untuk berpikir, pasti akan sampai pada kesimpulan yang sama. Bayangkan, Islam tidak hanya mengatur kehidupan akhirat, duniawi, teknologi, bahkan sampai hal-hal kecil pun seperti tata cara mandi, berpakaian, tidur diatur Islam, melalui sunnah rasullulah saw, uswatunhasanah bagi kita. Islam juga banyak mengatur tata cara berkomunikasi. Sungguh beruntung kita ditakdirkan sebagai seorang muslim, karena hidup kita mempunyai tuntunan yang lengkap dan menyeluruh. Lengkap karena kita memiliki Al Quran dan hadits sebagai sumber hukum yang paling otentik dan terpercaya.
Rasululah SAW mengatakan ,”Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang dapat bermanfaat bagi orang lain,” atau ,”Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang sangat baik dengan tetangganya,” dan banyak lagi hadits-hadits yang menyuruh kita untuk mencintai saudara kita sesama muslim seperti kita mencintai diri kita sendiri. Semua ini membuktikan betapa kita harus bisa berkomunikasi dengan nilai-nilai yang islami, hingga lisan kita tidak sampai menyakiti orang lain, bahkan sebaliknya setiap kata yang diucapkan dapat menyejukkan hati.
Allah berfirman,” Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menjadikan kamu sekalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal, sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu sekalian di sisi Allah adalah yang paling takwa diantara kamu sekalian”. (Al Hujarat, : 13) Dari ayat ini, Allah menyuruh kita untuk saling mengenal, mestipun berbeda suku, berbeda bangsa, berbeda budaya, berbeda warna kulit, sebagai manusia kita harus menjalin komunikasi yang baik. Selanjutnya Allah juga menegaskan yang paling mulia di sisi Allah bukanlah yang paling kaya, paling cantik, paling pintar, paling popular dsbnya, namun yang paling mulia adalah manusia yang paling bertakwa kepada Allah SWT.
Setiap manusia mempunyai karakter, sifat dan kepribadian yang berbeda. Meski anak yang lahir kembar identik pun pasti memiliki sifat dan karakter yang tidak sama. Untuk itu Islam mengatur tata cara bergaul yang benar, agar seseorang dapat bersinergi dengan orang lain meski mempunyai kepribadian , sikap dan watak yang berbeda. Allah berfirman,” Dan hamba-hamba Tuhan yang maha penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan diatas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (Al Furqon: 63)
Rendah hati (tawadhu) dan mengucapkan kata-kata yang baik (Qaulan Salaamah). Rendah hati adalah sifat yang sangat mulia, orang yang tawadhu akan tercermin dari sifat dan tingkah lakunya. Dalam pergaulan orang yang tawadhu pasti disenangi, bila berkata sewajarnya, kepada yang lebih tua menghormati, namun kepada yang lebih muda menyayangi. Orang seperti ini bila ditakdirkan jadi pemimpin, ia akan tampil sebagai pemimpin yang amanah.
Bila kita baca riwayat hidup rasullah, manusia yang dijamin masuk surga itu, sungguh rendah hati terhadap keluarga, dan sahabat-sahabatnya. Beliau bersabda,” Sesungguhnya Allah telah memberi wahyu kepadaku, yaitu kamu sekalian hendaklah bersikap tawadhu sehingga tidak ada seseorang bersikap sombong kepada yang lain, dan tidak ada seseorang menganiaya yang lain,” (Hr Muslim). Dan dalam riwayat lain Anas RA berkata,” Bila ada budak di Madinah memegang tangan nabi SAW, maka beliau pergi mengikuti kemana budak itu menghendaki”. (Hr Bukhari) Sungguh, sikap tawadhu benar-benar dicontohkan langsung oleh rasul, yang tidak membedakan status sosial kendati beliau adalah manusia yang paling mulia di dunia dan akhirat namun tetap menghargai seorang budak .
Sebagai Muslim yang baik harus selalu menjaga setiap kata yang keluar dari mulutnya. Karena setiap lafaz yang kita ucapkan akan dipertanggungjawabkan diakhirat nanti. Dalam pergaulan Qaulan Salaamah terdiri dari beberapa aspek antara lain:
Pertama : Qaulan Kariiman ( mulia) sebagai muslim kita harus berkata dengan kata-kata yang mulia, hindarilah kata-kata yang hina, seperti mengejek, mengolok-ngolok hingga menyakiti perasaan orang lain. Pepatah mengatakan,”Memang lidah tidak bertulang, tak terbatas kata-kata” kendati lidah tak bertulang, namun lidah bisa lebih tajam dari sembilu. Banyak orang bisa sembuh bila dilukai dengan pedang, namun bila dilukai dengan lidah, sakitnya akan terbawa sampai mati. Hati-hati dengan perkataan, bila ingin bergurau tetap jaga lisan dari kata-kata yang menyakiti, bergurau dan bergaul harus tetap dengan kata-kata yang mulia.
Kedua : Qaulan ma’rufan ( baik) “Berkatalah yang baik atau diam” itu pesan rasullulah kepada ummatnya. Sebagai muslim yang beriman lisan harus terjaga dari perkataan yang sia-sia, apapun yang diucapkannya harus selalu mengandung nasehat, menyejukkan hati bagi orang yang mendengarnya. Jangan biarkan lisan ini mencari-cari kejelekan orang lain. Hindari kata-kata yang hanya bisa mengkritik atau mencari kesalahan orang lain, memfitnah, menghasut. Sungguh, perbuatan yang sangat hina, hingga Allah berfirman dalam
Ketiga : Qaulan Syadidan ( lurus dan benar). Seorang muslim berkata harus benar, jujur jangan berdusta. Karena sekali kita berkata dusta, selanjutnya kita akan berdusta untuk menutupi dusta kita yang pertama, begitu seterusnya, sehingga bibir kita pun selalu berbohong tanpa merasa berdosa. Siapapun tak ingin dibohongi, seorang istri akan sangat sakit hatinya bila ketahuan suaminya berbohong, begitu juga sebaliknya. Rakyat pun akan murka bila dibohongi pemimpinnya. Juga tidak kalah penting dalam menyampaikan kebenaran, adalah keberanian untuk bicara tegas, jangan ragu dan takut, apalagi jelas dasar hukumnya Al Quran dan hadits. “Katakanlah kebenaran itu, meskipun sangat menyakitkan,” pesan Rasullulah ini, sejatinya mrnguatkan kita dalam menghadapi resiko yang apa pun yang akan kita hadapi dalam berdakwah.
Keempat : Qaulan Balighan (tepat) sebagai orang yang bijak bila berdakwah kita harus melihat stuasi dan kondisi yang tepat dan menyampaikan dengan kata-kata yang tepat. Bila bicara dengan anak-anak kita harus berkata sesuai dengan pikiran mereka, bila dengan remaja kita harus mengerti dunia mereka. Jangan kita berdakwah tentang teknologi nuklir dihadapan jamaah yang berusia lanjut tentu sangat tidak tepat sasaran, malah membuat mereka semakin bingung..
Kelima : Qaulan Layyinan ( lemah lembut), maksudnya tidak mengeraskan suara, seperti membentak, meninggikan suara. Siapapun tidak suka bila berbicara dengan orang-orang yang kasar. Rasullulah selalu bertuturkata dengan lemah lembut, hingga setiap kata yang beliau ucapkan sangat menyentuh hati siapapun yang mendengarnya. Seperti ayat pembuka diatas Allah melarang bersikap keras dan kasar dalam berdakwah, karena kekerasan akan mengakibatkan dakwah tidak akan berhasil malah ummat akan menjauh. Dalam berdoa pun Allah memerintahkan agar kita memohon dengan lemahlembut, “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lemahlembut, sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas,” (Al A’raaf ayat 55)
Hadapi Ujian dengan Senyuman
Tawa dan tangis, senyum dan airmata, suka dan duka adalah melodi kehidupan. Tanpa adanya irama kehidupan itu, hidup ini akan terasa hambar. Maka Allah pun mengisi kehidupan manusia dengan segala kenikmatan, kebahagiaan sekaligus kesedihan. Ketika kita merasa bahagia, janganlah kita terlena, karena jika suatu saat nanti Allah mencabut kebahagiaan itu kita tidak begitu nelangsa, begitu juga bila kita ditimpa suatu musibah, janganlah kita terlalu hanyut dalam kesedihan, namun carilah hikmah dibalik setiap kejadian.
Menjadi muslim yang beriman, bukanlah seperti membalik telapak tangan. Sungguh, Allah akan menguji ‘cinta’ hambaNya. Apakah ia benar-benar beriman dari hati atau hanya iman di bibir saja. “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan,”Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji?” (Qs Al Ankabut : 2). Dari ayat ini Allah seolah-olah menantang kita, jika kita telah mengaku beriman, siapkah kita menerima cobaan?, kemudian Allah melanjutkan firmanNya, “Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta,”
(Qs Al Ankabut : 3)
Suatu ketika sahabat saya bercerita bahwa ia ditipu rekannya dalam berbisnis, hingga uang milyaran hilang dibawa kabur. Ia sempat down, dan putus asa , bahkan sempat berpikir untuk bunuh diri. Namun setelah banyak mendengar tausyiah dari ulama, secara perlahan ia berusaha untuk mengikhlaskan dan menerima dengan tabah. Dampaknya sungguh luar biasa, teman saya ini malah semakin sholeh. Jika dulu dia sering ke diskotik, shalat seingatnya saja, belum lagi gaya hidup yang glamour. Namun kini ia berubah jauh lebih taat, tahajud tak pernah ia tinggalkan, shalat dhuha, dan rumahnya pun kini dihiasi dengan kajian-kajian Al Quran. Kemudian ia merasakan hidupnya kini jauh lebih bermakna. Saya katakan padanya, “Ini bukan musibah, justru ini suatu bukti kasih sayangNya, karena uang milyaran tiada nilainya bila dibandingkan hidayah yang Allah berikan. Bukankah rasulullah bersabda, jika jari telunjuk kita benamkan di samudra yang luas, lalu air yang menempel di jari diibaratkan dunia dengan segala kenikmatannya, sedangkan sisa air samudra adalah kehidupan akhirat yang kita temui nanti. Jadi mengapa kita mesti bersedih kehilangan materi, jika dengan ujian itu Allah mengangkat derajat kita menjadi orang yang bertakwa. Allah sedang “menegur” sahabat saya,agar dia tidak terlena hingga melupakan kewajibannya kepada Allah. Subhanallah, semoga sahabat saya itu tetap istiqomah dalam ketaatannya.
Musibah, bila disikapi dengan pikiran jernih dan baik sangka kepada Allah, Insya Allah kita akan melihat hikmahNya. Hanya iblislah yang selalu membisikkan dihati, hingga kita putus asa terhadap nikmat yang Allah berikan. Celakanya lagi bila tertimpa musibah, kita selalu merasa paling menderita, paling sengsara, sehingga tak jarang kita bertanya,”Apa dosaku ya Allah,?” begitu pede-nya kita bertanya seperti itu kepada Allah.
Bila hati kita jernih menghadapi ujian dari Allah, akan timbul rasa optimis bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, setiap kesulitan pasti ada kemudahan.. Tapi bila ujian hidup disikapi dengan hati yang kotor, pikiran yang kerdil dan lebih parah lagi buruk sangka kepada Allah, dunia ini akan terasa sempit, kemudian timbul rasa putus asa terhadap pertolongan Allah. Bukankah Allah itu sesuai dengan pransangka hambaNya?
Ada Apa Dibalik Musibah?
Allah SWT berfirman “Sungguh kami benar-benar akan menguji kamu sekalian, agar Kami mengetahui orang-orang yang berjuang dan orang-orang yang sabar diantara kamu sekalian” (QS Muhammad: 31)
Suatu ketika seorang teman berkata, “Hidup ini membingungkan, kita di jalan yang benar, masih saja difitnah,..,”keluh teman saya yang aktifis dakwah itu. Kemudian sahabat yang lain juga mengadu,” Kok aneh ya, kita sudah berusaha taat tapi banyak sekali cobaan, namun mengapa orang-orang yang jelas-jelas berbuat maksiat hidupnya malah enak, dimana sih letak keadilan Tuhan,..?” lalu sahabat yang lain juga berkomentar,” Saya sudah berusaha menjadi istri yang taat pada suami, tapi mengapa suami tak pernah menghargai..?,” Kemudian yang paling tragis lagi nasib saudara-saudara saya korban lumpur lapindo, yang sampai detik ini belum jelas ganti rugi yang dijanjikan kepada mereka. Semoga Allah memberi kesabaran kepada mereka. Amin.
Ketika saya berusia 17 tahun, ibu menghadap Illahi. Tak terperikan betapa hancurnya hati ini, bagi saya ibu adalah orang yang paling saya cintai, karena hanya ibu yang tulus mencintai saya. Saya sempat “protes” kepada Allah “mengapa?” Dia begitu cepat memisahkan saya dengan ibu, saya iri bila melihat teman-teman yang masih memiliki ibu. Dampaknya Saya jadi malas shalat dan membaca Al Quran, saya lebih suka melamun di makam ibu. Untungnya, saya cepat sadar, pesan ibu yang selalu saya ingat ,” Nak, bersabarlah dalam menghadapi kesulitan hidup dan jangan pernah tinggalkan shalat, agar Allah tidak berpaling darimu,” Nasehat ibu itu yang membuat saya kuat sampai sekarang.
“Sabar dan shalat” sungguh sesuai dengan firman Allah. “Dan mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. Dan itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. Yaitu mereka yang yakin , bahwa mereka akan menemui TuhanNya, dan bahwa mereka akan kembali kepadaNya”(QS Al Baqarah: 45-46). Dari ayat ini Allah mengajak hambaNya, bila menghadapi ujian baik dalam dakwah, berumahtangga, pekerjaan, bersosialisasi, sakit bahkan musibah kematian dan dalam semua sisi kehidupan tetaplah bersabar dan shalat untuk menggapai pertolongan Allah SWT.
Memang tidaklah mudah untuk bersabar, selalu kita dengar,”Sabar itu ada batasnya,” atau “Semut saja kalau diinjak menggigit,” dan banyak lagi kata-kata yang keluar sebagai luapan nafsu amarah kita. Ketika dihimpit kesulitan ekonomi sering kita mendengar saudara-saudara kita “terpaksa” menggadaikan imannya. Namun bila ayat diatas direnungkan, jika kita yakin akan kembali kepada Allah, bahwa segala amal akan dihisab pada hari pembalasan, dan setiap perbuatan sebesar zarrah pun akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah. Mengapa iman kita goyah hanya karena kesulitan ekonomi?, mengapa takut difitnah bila kita yakin yang kita lakukan benar dalam pandangan Islam? Mengapa kita iri pada orang yang bergelimang maksiat tapi kaya raya? Alangkah bodohnya kita bila menilai keadilan Tuhan hanya dengan materi?. Diriwayatkan dari Anas ra, Rasullulah bersada: “Apabila Allah menghendaki hambaNya itu menjadi orang baik maka Ia menyelenggarakan siksaanNya di dunia ini, dan apabila Allah menghendaki hambaNya itu menjadi orang jahat maka Ia menangguhkan balasan dosaNya sehingga akan dituntut nanti pada hari kiamat.”
Betapa banyak kita menyaksikan orang-orang yang diberi rezeki tidak membuat mereka bersyukur kepada Allah SWT, malah membuat mereka lupa diri. Punya kekayaan, pasangan hidup yang cantik, dan popularitas, menjadikan mereka hamba-hamba yang diperbudak dunia, segala cara dihalalkan untuk menumpuk harta yang tidak pernah habis bahkan sampai tujuh turunan. Untuk memenuhi hawa nafsu, tidak segan menyuap atau menerima suap yang penting “aku menang”. Allah menangguhkan balasan “buat mereka”. Bergelimang harata namun pada hakekatnya merekalah orang-orang yang merugi. Karena kenikmatan duniawi yang mereka bela mati-matian, suatu saat nanti pasti akan ditinggalkan.
Maka mengapa kita silau dengan kekayaan dan kemewahan, hingga kita tidak sadar bila diuji dengan kekurangan harta. Allah SWT berfirman “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS Al Baqarah : 155). Rasullulah bersabda “Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung pada besarnya ujian. Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai sesuatu bangsa maka Allah menguji mereka; barangsiapa yang ridha maka Allah akan meridhainya dan barangsiapa yang murka maka Allah akan memurkainya”. (HR At Turmudzy).
Coba kita simak kisah Nabi Ayub AS, meski diberi penyakit yang tak kunjung sembuh, hingga istrinya pun pergi meninggalkannya, namun bibirnya tak pernah berhenti memuji Allah (QS Al Anbiya: 83-84), begitu juga kisah Nabi Yusuf AS, betapa beliau dipenjara untuk kesalahan yang tidak pernah beliau lakukan ( baca kisahnya dalam surat Yusuf : 3-100) namun Nabi Yusuf AS tetap bersyukur dan ikhlas menerima ujian dari Allah, bahkan penjara baginya lebih baik daripada maksiat kepada Allah. Nabi Muhammad SAW, kekasih Allah pun melewati ujian, terlahir sebagai yatim, kemudian di usia kanak-kanak ibunya wafat. Setelah diangkat menjadi rasul beliau mendapat hinaan dan fitnah yang tak pernah berhenti, bahkan hendak dibunuh kalau rasulullah tidak berhenti berdakwah.
Dari kisah para rasul, kita dapat menarik hikmah, justru mereka diangkat menjadi manusia pilihan, karena berhasil mengadapi ujian dan cobaan yang sangat berat. Jadi, Mengapa kita terlalu berduka bila tertimpa musibah? Bukankah setiap musibah jika kita ridho, akan merontokkan dosa-dosa kita?
Rasullulah saw bersabda,”Memang sangat menakjubkan keadaan orang mukmin itu; karena segala urusannya sangat baik baginya dan itu tidak akan terjadi kecuali bagi seseorang yang beriman, dimana bila mendapatkan kesenangan ia bersyukur maka yang demikian itu sangat baik baginya, dan bila ia tertimpa kesusahan ia sabar maka itu sangat baik pula baginya” (HR Muslim). Dari hadits ini menunjukkan betapa segala situasi bagi orang beriman adalah baik. ketika kita mendapat nikmat, bila disyukuri nikmat itu, Allah akan menambah nikmat itu berlipat ganda, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari nikmatku, maka pasti azabku sangat berat.” ( QS Ibrahim : 7).
Bila musibah menimpa, tidak mengurangi ketaatan kita kepada Allah, dan tetap bersabar , Allah berjanji akan memberi pahala tanpa batas, ”Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS Az-Zumar : 10). Subhanallah, betapa tak terhingganya ganjarannya bagi orang-orang yang bersabar bila tertimpa musibah. Tidak hanya itu, Rasulullah SAW bersabda ”Seorang muslim yang tertimpa kecelakaan, kemelaratan, kegundahan, kesedihan, kesakitan maupun kedukacitaan, sampai-sampai tertusuk duri, niscaya Allah akan menebus dosanya dengan apa yang menimpanya itu” (HR Bukhari dan Muslim). Tentu saja bila kita menerima ujian itu dengan ikhlas.
Bagaimana kita menyikapi musibah yang menimpa kita? Pertama: Kita harus yakin bahwa semua terjadi atas kehendak Allah. Tak perlu kita mencari “Kambing hitam”, atau bertanya mengapa dan mengapa? Hal ini akan membuka peluang iblis untuk semakin “semangat” menggoda kita.
Kedua: Bersabar dan tetap istiqomah dalam ketaatan kepada Allah. “Sabar” bukan bermakna pasif. Sabar yang benar adalah ikhlas menerima musibah, namun tetap harus sabar berikhtiar agar di masa depan lebih baik lagi.
Ketiga: Jadikan kegagalan dan kepahitan hidup sebagai guru yang baik, pengalaman hidup yang sangat berharga, hingga untuk selanjutnya kita tidak terpelosok di lubang yang sama.
Keempat: Jangan berkeluh kesah, karena tidak akan menyelesaikan masalah, justru membuat ujian itu makin berat kita rasakan.
Kelima: Baik sangka kepada Allah, yakinlah Allah memberi ujian pasti sudah diukur sesuai kemampuan hambaNya. Ingatlah dibalik kesulitan pasti ada kemudahan.
Keenam: Semakin mendekati diri dengan Allah, karena hanya Dia yang mampu menolong segala kesulitan kita, perbanyak ibadah-ibadah sunnah, puasa, sedekah dan memohon padaNya di penghujung malam, menangis dan mengadu padaNya disaat mayoritas manusia terbuai mimpi. Sungguh, tiada jarak antara kita denganNya, tak perlu pakai perantara, langsung curahkan segala kepahitan hidup hanya padaNya.
Ketujuh: Sempurnakan ikhtiar atau usaha, kemudian pasrahkan hasilnya kepada Allah, karena kita tidak bisa mendikte Allah sesuai yang kita mau. Allah lebih tahu yang terbaik buat hambaNya.
Kedelapan : Bersyukur, lihatlah masih banyak nikmat-nikmat Allah yang sering terlupakan. Jangan kerena musibah yang Allah berikan kita jadi mengkufuri nikmat Allah yang lainnya atau bahkan menggadaikan iman kita untuk sebuah materi. Jauh lebih berharga nikmat iman yang bersemayam di hati kita dari segala kesenangan dunia yang fana.
Stop Syirik !
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, tetapi Dia mengampuni dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang dikehendakiNya (Qs An Nisa: 116)” Dari ayat tersebut jelas betapa besar murka dan ancaman Allah bagi manusia yang menyekutukanNya .Allah mengutus rasul-rasulNya untuk mengemban tugas yang sama yaitu meluruskan aqidah dan mengajak manusia kepada jalan tauhid dan menjauhi syirik. Seperti firman Allah,” Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun (berbuat syirik)” (Qs An Nisa: 36).
Bila kita mau jujur, sungguh perbuatan syirik di zaman sekarang ini, sudah menjadi komoditi, mewabah bahkan menjadi trend. Saksikan saja di televisi, iklan-iklan yang mengajak kepada kesyirikan begitu marak, berlomba merayu permirsa. Dikemas begitu indah dan halus dengan teknologi canggih cukup mengirim sms, tidak perlu pergi ke dukun atau ke tukang ramal untuk bertanya tentang masalah jodoh, karir, rezeki, dll. Sangat memprihatinkan, dan membahayakan aqidah ummat,meski via sms padahal hakekatnya sama, kita telah terjerat perbuatan yang sangat dimurkai Allah yaitu syirik. Jelas dalam hadits shahih Rasullulah bersabda,”Barangsiapa mendatangi tukang ramal dan menanyakan kepadanya tentang sesuatu, lalu ia membenarkan apa yang dikatakannya, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari (HR Muslim).
Semoga kita terhindar dari perbuatan yang benar-benar merusak aqidah dan sangat dimurkaiNya. Kita harus yakin semua yang terjadi di alam ini, pasti atas kehendak Allah, jadi tak sepantasnya kita menggantungkan harapan kepada mahlukNya. Bukankah Allah berfirman,”Dan janganlah kamu memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat memberikan manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya bagimu, jika kamu berbuat hal itu, maka sesungguhnya kamu, termasuk orang-orang yang zhalim (musyrik).”(Qs Yunus: 106). Tak hanya ditelevisi, kesyirikan juga banyak diiklankan di media cetak, seperti memasang jimat, pemanis wajah, penglaris dagang, juga yang trend dikalangan anak muda yaitu ramalan bintang.
Mengapa semua itu disebut perbuatan syirik? Syaikh Abdurrahman Hasan, dalam bukunya Fathul Majid, mengatakan syirik adalah menyamakan mahluk dengan Al Khalik (Allah), dalam hal-hal yang merupakan hak mutlak Allah. Jika kita bertanya kepada paranormal tentang masa depan seperti jodoh, rizki dsbnya, bukankah sama saja kita menyamakan paranormal dengan Allah?, Naudzubillahimindzalik, sungguh tak pantas kita menduakanNya. Padahal kita yakin hidup, mati , jodoh, rezeki diatur Allah dan peristiwa yang akan datang, merupakan sesuatu yang gaib, yang menjadi misteri Illahi. Bahkan rasululah, manusia yang paling mulia pun, tidak diberi wewenang oleh Allah untuk mengertahui hal-hal yang gaib, kecuali apa yang diwahyukan Allah padanya.
Disamping perbuatan syirik yang nyata, juga ada syirik tersembunyi, yaitu riya. Riya adalah menampakkan ibadah agar dipuji manusia. “…..Maka barangsiapa mengharap berjumpa dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal sholeh, dan janganlah ia berbuat syirik sedikit pun dalam beribadah kpd Tuhannya,’ (Al Kahfi: 110), Rasullulah bersabda,” Syirik tersembunyi yaitu ketika seseorang berdiri melakukan shalat, dia perindah shalatnya itu karena mengetahui ada orang lain memperhatikan,” (HR Iman Ahmad). Maka waspadalah, riya justru ada dalam diri orang yang taat ibadah. Sungguh syetan itu tak pernah lelah mengelincirkan manusia dengan segala cara
Jangan Menduakan Allah
Ayat diatas jika kita renungkan dan kemudian kita jujur mengakui, sungguh sindiran yang sangat tajam bagi manusia, yang sering “Menuhankan” sesuatu. Contohnya, atas nama kebebasan berekspresi, segala tatanan moral, norma agama, dilanggar, maka lihatlah di televisi tayangan yang mengumbar aurat, pornografi, pornoaksi, mistik, iklan-iklan perdukunan dsb menjadi hiburan, padahal jelas dalam hadits dan Al Quran itu diharamkan. Hal ini menunjukan dalam kehidupan ini Allah bukan lagi yang utama.
Bagaimana caranya menjauhkan perbuatan syirik pada diri kita dan menanam keyakinan agar di hati ini tidak ada Illah lain kecuali Allah. Untuk itu sebaiknya kita memahami ilmu tauhid, agar kita sadar mengapa sebagai hamba, kita tidak boleh “menduakanNya” .
Tauhid yang pertama disebut Tauhid Rububiyah , yaitu mengesakan Allah dalam hal perbuatanNya, kita meyakini tanpa keraguan bahwa Allah yang menciptakan alam raya ini beserta isinya, Allah jua yang memberi rezeki kepada mahlukNya. Allah menguasai hidup dan mati seluruh mahluk di jagat raya ini, Allah yang mengatur perputaran planet ini. Allah yang mendatangkan musibah dan kenikmatan bagi mahlukNya
Jika Rububiyah kita sudah mantap, ini belumlah cukup karena Allah berfirman,” Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan mereka?” niscaya mereka menjawab Allah. Maka bagaimana mereka dapat di palingkan (dari menyembah Allah)? (Qs Al Zukhruf : 87), kemudian Allah juga berfirman, “Katakanlah,’Siapakah yang mempunyai tujuh langit dan mempunyai arsy yang besar? Mereka akan menjawab Kepunyaan Allah. Katakanlah,”Mengapa kamu tidak bertakwa?” (Al Mukmukminun: 86-87). Masih banyak ayat-ayat yang mengatakan orang-orang musyrik mengakui tauhid Rububiyah. Namun pengakuan saja belumlah cukup, perlu bukti nyata dalam amalan atas pengakuan mereka terhadap keesaan Tuhan.
Selanjutnya tauhid Uluhiyah, artinya mengesakan Tuhan dalam setiap peribadatan yang telah disyariatkan, amalan yang semata-mata di tujukan kepada Allah. Kaum musyrikin secara umum mengakui Allah sebagai pencipta segalanya, namun mereka dalam amalan masih menyekutukan Allah. Allah berfirman,”Bahkan mereka mengambil pemberi syafaat selain Allah. Katakanlah ‘Dan apakah kamu mengambilnya juga meskipun mereka tidak memiliki sesuatupun dan tidak berakal?’ Katakanlah, ‘Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya. KepunyaanNya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepadaNyalah kamu dikembalikan (Qs Az zumar : 43-44) dalam ayat lain Allah berfirman,”Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul kepada setiap umat (untuk menyerukan),”Sembahlah Allah (saja), jauhilah Thagut, lalu diantara umat-umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada orang-orang yang telah dipastikan sesat. Oleh karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yag mendustakan rasul,”(An Nahl:36)
Jelas tujuan Allah mengutus rasul-rasulNya ialah mengajak manusia kembali ke agama tauhid yaitu Islam, karena tauhid yang dibawa oleh para rasul mengandung penetapan keilahiyahanNya dengan bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Konsekuensinya adalah kita harus yakin , tidak ada tempat bertawakal kecuali kepadaNya, tiada yang lebih kita cintai kecuali Dia, dan tiada yang lebih kita takuti kecuali murkaNya. Allahuakbar, bila tauhid Rububiyah dan tauhid Uluhiyah, sudah mengkristal di setiap jiwa yang mengaku beragama Islam, tak akan ada lagi korupsi karena muncul rasa takut di lihat Allah, tiada lagi perzinaan karena merasa disaksikan Allah, tiada lagi perdukunan, karena yakin tiada satu pun yang bisa mendatangkan mudarat dan manfaat kecuali hanya Dia. Sungguh, dampak dari mantapnya pengakuan terhadap kemahaesaan Allah, akan terpancar dalam setiap segi kehidupan kita.
Sebagai rukun Islam yang pertama syahadat adalah pengakuan kita meniadakan tuhan lain kecuali Allah dan Muhammad saw sebagai rasulullah. Bila syahadat kita benar, akan tampillah jiwa-jiwa yang bersih dari perbuatan syirik. Allah berfirman,” Orang-orang yang beriman dan tidak menodai iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang menepati jalan hidayah (Qs AL An’aam:82). Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat itu menyatakan maksudnya ‘mereka’ adalah orang-orang yang memurnikan ibadah hanya kepada Allah saja. Mereka tidak menyekutukanNya sama sekali. Mereka itulah orang-orang yang tenteram pada hari kiamat dan mendapat petunjuk di dunia dan akhirat.
Tujuan hidup orang-orang yang beriman bukan hanya di dunia saja, tentu yang utama adalah menggapai keridhoan Allah, agar mendapat kebahagian di akhirat juga. Untuk itu mari kita bersihkan hati dan amalan kita dari perbuatan sryirik, yang sangat dimurkai Allah, karena sesungguhnya Allah sangat keras ancamanNya bagi orang-orang yang menduakanNya. Wallahu’alam bisshawab(Lva).
Dari tulisan Ust. Syaifuddin dan buku Fathul Majid.