Film

Selasa, 19 Agustus 2008

Hadapi Ujian dengan Senyuman

Tawa dan tangis, senyum dan airmata, suka dan duka adalah melodi kehidupan. Tanpa adanya irama kehidupan itu, hidup ini akan terasa hambar. Maka Allah pun mengisi kehidupan manusia dengan segala kenikmatan, kebahagiaan sekaligus kesedihan. Ketika kita merasa bahagia, janganlah kita terlena, karena jika suatu saat nanti Allah mencabut kebahagiaan itu kita tidak begitu nelangsa, begitu juga bila kita ditimpa suatu musibah, janganlah kita terlalu hanyut dalam kesedihan, namun carilah hikmah dibalik setiap kejadian.

Menjadi muslim yang beriman, bukanlah seperti membalik telapak tangan. Sungguh, Allah akan menguji ‘cinta’ hambaNya. Apakah ia benar-benar beriman dari hati atau hanya iman di bibir saja. “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan,”Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji?” (Qs Al Ankabut : 2). Dari ayat ini Allah seolah-olah menantang kita, jika kita telah mengaku beriman, siapkah kita menerima cobaan?, kemudian Allah melanjutkan firmanNya, “Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta,”

(Qs Al Ankabut : 3)

Suatu ketika sahabat saya bercerita bahwa ia ditipu rekannya dalam berbisnis, hingga uang milyaran hilang dibawa kabur. Ia sempat down, dan putus asa , bahkan sempat berpikir untuk bunuh diri. Namun setelah banyak mendengar tausyiah dari ulama, secara perlahan ia berusaha untuk mengikhlaskan dan menerima dengan tabah. Dampaknya sungguh luar biasa, teman saya ini malah semakin sholeh. Jika dulu dia sering ke diskotik, shalat seingatnya saja, belum lagi gaya hidup yang glamour. Namun kini ia berubah jauh lebih taat, tahajud tak pernah ia tinggalkan, shalat dhuha, dan rumahnya pun kini dihiasi dengan kajian-kajian Al Quran. Kemudian ia merasakan hidupnya kini jauh lebih bermakna. Saya katakan padanya, “Ini bukan musibah, justru ini suatu bukti kasih sayangNya, karena uang milyaran tiada nilainya bila dibandingkan hidayah yang Allah berikan. Bukankah rasulullah bersabda, jika jari telunjuk kita benamkan di samudra yang luas, lalu air yang menempel di jari diibaratkan dunia dengan segala kenikmatannya, sedangkan sisa air samudra adalah kehidupan akhirat yang kita temui nanti. Jadi mengapa kita mesti bersedih kehilangan materi, jika dengan ujian itu Allah mengangkat derajat kita menjadi orang yang bertakwa. Allah sedang “menegur” sahabat saya,agar dia tidak terlena hingga melupakan kewajibannya kepada Allah. Subhanallah, semoga sahabat saya itu tetap istiqomah dalam ketaatannya.

Musibah, bila disikapi dengan pikiran jernih dan baik sangka kepada Allah, Insya Allah kita akan melihat hikmahNya. Hanya iblislah yang selalu membisikkan dihati, hingga kita putus asa terhadap nikmat yang Allah berikan. Celakanya lagi bila tertimpa musibah, kita selalu merasa paling menderita, paling sengsara, sehingga tak jarang kita bertanya,”Apa dosaku ya Allah,?” begitu pede-nya kita bertanya seperti itu kepada Allah.

Bila hati kita jernih menghadapi ujian dari Allah, akan timbul rasa optimis bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, setiap kesulitan pasti ada kemudahan.. Tapi bila ujian hidup disikapi dengan hati yang kotor, pikiran yang kerdil dan lebih parah lagi buruk sangka kepada Allah, dunia ini akan terasa sempit, kemudian timbul rasa putus asa terhadap pertolongan Allah. Bukankah Allah itu sesuai dengan pransangka hambaNya?

Bila hidup terasa semakin sulit, bila hati terluka, bila semua orang berpaling dari kita, bila cobaan hidup terasa semakin menghimpit. Kita harus yakin Allah tempat kita mengadu. Allah senantiasa mendengar curahan hati hambaNya, dan sungguh Allah bersama orang-orang yang sabar. Pertolongan Allah sangat dekat, dekat sekali. Dia mendengar rintihan hambaNya, Dia tahu derita hambaNya, Dia melihat perjuangan hambaNya. Maka masihkah kita merasa sendiri? Hadapilah ujian dengan senyuman, Karena dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. (Lva)

Tidak ada komentar: