Allah SWT berfirman “Sungguh kami benar-benar akan menguji kamu sekalian, agar Kami mengetahui orang-orang yang berjuang dan orang-orang yang sabar diantara kamu sekalian” (QS Muhammad: 31)
Suatu ketika seorang teman berkata, “Hidup ini membingungkan, kita di jalan yang benar, masih saja difitnah,..,”keluh teman saya yang aktifis dakwah itu. Kemudian sahabat yang lain juga mengadu,” Kok aneh ya, kita sudah berusaha taat tapi banyak sekali cobaan, namun mengapa orang-orang yang jelas-jelas berbuat maksiat hidupnya malah enak, dimana sih letak keadilan Tuhan,..?” lalu sahabat yang lain juga berkomentar,” Saya sudah berusaha menjadi istri yang taat pada suami, tapi mengapa suami tak pernah menghargai..?,” Kemudian yang paling tragis lagi nasib saudara-saudara saya korban lumpur lapindo, yang sampai detik ini belum jelas ganti rugi yang dijanjikan kepada mereka. Semoga Allah memberi kesabaran kepada mereka. Amin.
Ketika saya berusia 17 tahun, ibu menghadap Illahi. Tak terperikan betapa hancurnya hati ini, bagi saya ibu adalah orang yang paling saya cintai, karena hanya ibu yang tulus mencintai saya. Saya sempat “protes” kepada Allah “mengapa?” Dia begitu cepat memisahkan saya dengan ibu, saya iri bila melihat teman-teman yang masih memiliki ibu. Dampaknya Saya jadi malas shalat dan membaca Al Quran, saya lebih suka melamun di makam ibu. Untungnya, saya cepat sadar, pesan ibu yang selalu saya ingat ,” Nak, bersabarlah dalam menghadapi kesulitan hidup dan jangan pernah tinggalkan shalat, agar Allah tidak berpaling darimu,” Nasehat ibu itu yang membuat saya kuat sampai sekarang.
“Sabar dan shalat” sungguh sesuai dengan firman Allah. “Dan mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. Dan itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. Yaitu mereka yang yakin , bahwa mereka akan menemui TuhanNya, dan bahwa mereka akan kembali kepadaNya”(QS Al Baqarah: 45-46). Dari ayat ini Allah mengajak hambaNya, bila menghadapi ujian baik dalam dakwah, berumahtangga, pekerjaan, bersosialisasi, sakit bahkan musibah kematian dan dalam semua sisi kehidupan tetaplah bersabar dan shalat untuk menggapai pertolongan Allah SWT.
Memang tidaklah mudah untuk bersabar, selalu kita dengar,”Sabar itu ada batasnya,” atau “Semut saja kalau diinjak menggigit,” dan banyak lagi kata-kata yang keluar sebagai luapan nafsu amarah kita. Ketika dihimpit kesulitan ekonomi sering kita mendengar saudara-saudara kita “terpaksa” menggadaikan imannya. Namun bila ayat diatas direnungkan, jika kita yakin akan kembali kepada Allah, bahwa segala amal akan dihisab pada hari pembalasan, dan setiap perbuatan sebesar zarrah pun akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah. Mengapa iman kita goyah hanya karena kesulitan ekonomi?, mengapa takut difitnah bila kita yakin yang kita lakukan benar dalam pandangan Islam? Mengapa kita iri pada orang yang bergelimang maksiat tapi kaya raya? Alangkah bodohnya kita bila menilai keadilan Tuhan hanya dengan materi?. Diriwayatkan dari Anas ra, Rasullulah bersada: “Apabila Allah menghendaki hambaNya itu menjadi orang baik maka Ia menyelenggarakan siksaanNya di dunia ini, dan apabila Allah menghendaki hambaNya itu menjadi orang jahat maka Ia menangguhkan balasan dosaNya sehingga akan dituntut nanti pada hari kiamat.”
Betapa banyak kita menyaksikan orang-orang yang diberi rezeki tidak membuat mereka bersyukur kepada Allah SWT, malah membuat mereka lupa diri. Punya kekayaan, pasangan hidup yang cantik, dan popularitas, menjadikan mereka hamba-hamba yang diperbudak dunia, segala cara dihalalkan untuk menumpuk harta yang tidak pernah habis bahkan sampai tujuh turunan. Untuk memenuhi hawa nafsu, tidak segan menyuap atau menerima suap yang penting “aku menang”. Allah menangguhkan balasan “buat mereka”. Bergelimang harata namun pada hakekatnya merekalah orang-orang yang merugi. Karena kenikmatan duniawi yang mereka bela mati-matian, suatu saat nanti pasti akan ditinggalkan.
Maka mengapa kita silau dengan kekayaan dan kemewahan, hingga kita tidak sadar bila diuji dengan kekurangan harta. Allah SWT berfirman “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS Al Baqarah : 155). Rasullulah bersabda “Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung pada besarnya ujian. Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai sesuatu bangsa maka Allah menguji mereka; barangsiapa yang ridha maka Allah akan meridhainya dan barangsiapa yang murka maka Allah akan memurkainya”. (HR At Turmudzy).
Coba kita simak kisah Nabi Ayub AS, meski diberi penyakit yang tak kunjung sembuh, hingga istrinya pun pergi meninggalkannya, namun bibirnya tak pernah berhenti memuji Allah (QS Al Anbiya: 83-84), begitu juga kisah Nabi Yusuf AS, betapa beliau dipenjara untuk kesalahan yang tidak pernah beliau lakukan ( baca kisahnya dalam surat Yusuf : 3-100) namun Nabi Yusuf AS tetap bersyukur dan ikhlas menerima ujian dari Allah, bahkan penjara baginya lebih baik daripada maksiat kepada Allah. Nabi Muhammad SAW, kekasih Allah pun melewati ujian, terlahir sebagai yatim, kemudian di usia kanak-kanak ibunya wafat. Setelah diangkat menjadi rasul beliau mendapat hinaan dan fitnah yang tak pernah berhenti, bahkan hendak dibunuh kalau rasulullah tidak berhenti berdakwah.
Dari kisah para rasul, kita dapat menarik hikmah, justru mereka diangkat menjadi manusia pilihan, karena berhasil mengadapi ujian dan cobaan yang sangat berat. Jadi, Mengapa kita terlalu berduka bila tertimpa musibah? Bukankah setiap musibah jika kita ridho, akan merontokkan dosa-dosa kita?
Rasullulah saw bersabda,”Memang sangat menakjubkan keadaan orang mukmin itu; karena segala urusannya sangat baik baginya dan itu tidak akan terjadi kecuali bagi seseorang yang beriman, dimana bila mendapatkan kesenangan ia bersyukur maka yang demikian itu sangat baik baginya, dan bila ia tertimpa kesusahan ia sabar maka itu sangat baik pula baginya” (HR Muslim). Dari hadits ini menunjukkan betapa segala situasi bagi orang beriman adalah baik. ketika kita mendapat nikmat, bila disyukuri nikmat itu, Allah akan menambah nikmat itu berlipat ganda, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari nikmatku, maka pasti azabku sangat berat.” ( QS Ibrahim : 7).
Bila musibah menimpa, tidak mengurangi ketaatan kita kepada Allah, dan tetap bersabar , Allah berjanji akan memberi pahala tanpa batas, ”Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS Az-Zumar : 10). Subhanallah, betapa tak terhingganya ganjarannya bagi orang-orang yang bersabar bila tertimpa musibah. Tidak hanya itu, Rasulullah SAW bersabda ”Seorang muslim yang tertimpa kecelakaan, kemelaratan, kegundahan, kesedihan, kesakitan maupun kedukacitaan, sampai-sampai tertusuk duri, niscaya Allah akan menebus dosanya dengan apa yang menimpanya itu” (HR Bukhari dan Muslim). Tentu saja bila kita menerima ujian itu dengan ikhlas.
Bagaimana kita menyikapi musibah yang menimpa kita? Pertama: Kita harus yakin bahwa semua terjadi atas kehendak Allah. Tak perlu kita mencari “Kambing hitam”, atau bertanya mengapa dan mengapa? Hal ini akan membuka peluang iblis untuk semakin “semangat” menggoda kita.
Kedua: Bersabar dan tetap istiqomah dalam ketaatan kepada Allah. “Sabar” bukan bermakna pasif. Sabar yang benar adalah ikhlas menerima musibah, namun tetap harus sabar berikhtiar agar di masa depan lebih baik lagi.
Ketiga: Jadikan kegagalan dan kepahitan hidup sebagai guru yang baik, pengalaman hidup yang sangat berharga, hingga untuk selanjutnya kita tidak terpelosok di lubang yang sama.
Keempat: Jangan berkeluh kesah, karena tidak akan menyelesaikan masalah, justru membuat ujian itu makin berat kita rasakan.
Kelima: Baik sangka kepada Allah, yakinlah Allah memberi ujian pasti sudah diukur sesuai kemampuan hambaNya. Ingatlah dibalik kesulitan pasti ada kemudahan.
Keenam: Semakin mendekati diri dengan Allah, karena hanya Dia yang mampu menolong segala kesulitan kita, perbanyak ibadah-ibadah sunnah, puasa, sedekah dan memohon padaNya di penghujung malam, menangis dan mengadu padaNya disaat mayoritas manusia terbuai mimpi. Sungguh, tiada jarak antara kita denganNya, tak perlu pakai perantara, langsung curahkan segala kepahitan hidup hanya padaNya.
Ketujuh: Sempurnakan ikhtiar atau usaha, kemudian pasrahkan hasilnya kepada Allah, karena kita tidak bisa mendikte Allah sesuai yang kita mau. Allah lebih tahu yang terbaik buat hambaNya.
Kedelapan : Bersyukur, lihatlah masih banyak nikmat-nikmat Allah yang sering terlupakan. Jangan kerena musibah yang Allah berikan kita jadi mengkufuri nikmat Allah yang lainnya atau bahkan menggadaikan iman kita untuk sebuah materi. Jauh lebih berharga nikmat iman yang bersemayam di hati kita dari segala kesenangan dunia yang fana.
Semoga dengan delapan cara menyikapi musibah ini, kita akan lebih tenang menghadapi setiap cobaan yang Dia berikan. Pahitnya kehidupan, tidak membuat kita berpaling dariNya, justru menbuat kita semakin ”semangat” mengejar “cinta”Nya. Itulah hikmah terindah dibalik setiap cobaan. Wallahu’alam bishshawab. (Lva)