Film

Senin, 18 Agustus 2008

Bila Ajal Menjemput

Tiada satu pun mahluk dimuka bumi ini, yang tidak takut kepada kematian, karena kematian itu adalah yang memisahkan kita kepada semua yang kita cintai, baik itu anak-anak, harta, pangkat dan seluruh kenikmatan duniawi. Tapi disisi lain sebagai orang yang beriman kita harus meyakini, hidup di dunia ini, hanyalah persinggahan sementara, tempat kita yang abadi adalah di akhirat nanti. Kendatipun kita yakin bahwa setiap mahluk yang bernyawa pasti akan mati, kita tidak akan pernah tahu kapan ajal itu akan menjemput.

Ketika masa kanak-kanak, saya punya seorang teman dekat, Nova. Selain cantik karena dia keturunan Belanda dan Cina dia juga pintar. Kami terus bersama, sampai ketika perguruan tinggi, kami berpisah. Dia kuliah di Jakarta, sedangkan saya di Bandung. Namun sebagai sahabat kami tetap menjalin hubungan silaturahim, kadang saya yang ke Jakarta, atau dia yang ke Bandung. Bagi saya dia teman yang menyenangkan serta sahabat yang saling mengisi dalam suka dan duka.

Ketika diawal tahun 1990, saya yang aktif di masjid Salman ITB dan santri Darut Tauhid pimpinan KH Abdullah Gymnastiar atau dikenal dgn Aa’ Gym, mulai tergerak untuk menutup aurat, seperti yang diperintahkan Allah dalam Surat An Nur ayat 31. Ketika melihat saya dengan busana muslimah, Nova kaget sekali, seakan melihat hantu di siang bolong, “ Gila, lu udah benar-benar mau seperti ini, kita masih muda, dengan penampilan seperti ini, mana ada yang mau menerima kita kerja, apalagi jadi reporter seperti cita-citamu dulu, ntar saja pakai jilbabnya kalau udah tua,” itu yang dia katakan. Saya hanya tersenyum, saya katakan padanya, “Kita tidak tahu umur kita sampai tua atau tidak,” lalu saya menunjuk ke pohon jambu yang sedang berbuah, “Lihatlah buah jambu itu, banyak yang rontok, tidak hanya buah yang tua tapi juga buah yang masih muda, bahkan ada yang masih berupa bunga. Jadi kita tidak tahu umur kita apakah sampai tua, tidak ada yang bisa menjamin apakah besok kita masih hidup atau tidak,” Nova hanya tersenyum kecut, namun sepertinya dia sulit menerima.

Sebulan kemudian, menjelang lebaran, saya dan Nova mudik ke kota kecil asal kami, Dumai yang ada di propinsi Riau. Kami selalu bersama, bahkan Nova tidur di rumahku, secara pelan-pelan aku terangkan padanya kewajiban menutup aurat bagi muslimah yang sudah baligh, sepertinya dia belum menerima, aku bisa mengerti, dari kecil meski beragama Islam, namun ia tidak dididik secara islami.

Ternyata malam itu adalah malam terakhir aku tidur dengan Nova, gadis cantik dan pintar itu besok malamnya meninggal ketika mobil yang dikendarainya masuk jurang, sebenarnya aku akan ikut ketika ia menjemputku, tapi karena ada urusan, aku tidak bisa menemani, lalu dengan kecewa dia berangkat sendiri. Aku tak mampu membendung kesedihan, kuraba wajah cantiknya yang nyaris hancur, rasanya aku seperti mimpi, baru beberapa saat yang lalu tubuh yang terbujur kaku itu tertawa, tapi sekarang dia telah pergi untuk selamanya, dalam usia 19 tahun. Ya Allah, betapa tipisnya beda hidup dan mati, dan aku semakin sadar bahwa sesungguhnya hidup dan mati mutlak dalam genggamanMu.

Innalillahiwainnaillaihiroji’un, Nova sahabatku, semoga Allah mengampuni segala dosamu.(Lva)

Tidak ada komentar: