Sebelum Islam datang, ada tradisi orang-orang Quraisy yang baru pulang dari haji masuk ke rumah melalui pintu belakang. Begitu pula kaum Anshar, mereka punya kebiasaan apabila pulang dari perjalanan, tidak mau memasuki rumah melalui pintu depannya, tetapi melalui belakang. Tata cara tersebut dianggap sakral.
Suatu ketika, seseorang yang baru berihram memasuki rumah dari pintunya, maka orang-orang mengadu kepada Rasulullah saw. tentang hal itu. Lalu turunlah ayat “……dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertaqwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung”. (Q.S. 2:189)
Ayat tersebut adalah teguran bagi umat Islam pada masa itu agar berbuat kebajikan yang berlandaskan ketaqwaan pada Allah SWT.
Pada hakikatnya, ayat tersebut menghendaki seorang muslim untuk senantiasa memperhatikan amal kebaikannya, untuk mempertimbangkan: “sudahkah suatu amal kebaikan itu dilaksanakan dengan keta’atan pada Allah (dan rasul-Nya)?”, walaupun amalan itu sekedar memasuki rumah sendiri.
Tradisi-tradisi yang dianggap sakral seperti itu sampai kini masih banyak sekali dilakukan oleh umat Islam di berbagai wilayah, yang bila ditelisik dengan standar Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. ternyata sangat jauh bertentangan. Mungkin kita pun tanpa sengaja melakukannya, akibat malas menuntut ilmu agama. Meskipun maksud
perbuatan kita baik, bila tidak dilakukan
dengan cara yang benar sebagaimana syari’at Islam, maka apa yang kita lakukan tidak menjadi sebuah kebajikan yang mendatangkan ridha Allah SWT. Betapa meruginya, bila segala upaya kebaikan yang kita lakukan bermodal pikiran, tenaga, dan harta benda, tidak menambah sedikitpun keridhaan Allah, hanya karena salah pedomannya.
Maka “ngaji”atau menuntut ilmu agama menjadi satu keharusan bagi kita, apabila ingin beramal dengan benar. Ribuan ayat Allah dalam Al-Qur’an dan seluruh perilaku Rasulullah saw. yang dikisahkan dalam puluhan ribu hadits, tak akan habis kita pelajari sepanjang hayat. Kalau begitu, bagaimana mungkin kita melewatkan sisa hidup kita tanpa mempersiapkan diri menghadapi suatu hari yang tidak akan luput seorang pun dari pertanggung jawaban?
Mari kita mulai biasakan “ngaji”, agar bisa beramal dengan benar hingga tercatat di sisi Allah sebagai orang yang sangat benar, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar